Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Pemerintah (PP) 50/2022 menegaskan kembali definisi dari 'suami istri hidup berpisah' dalam ketentuan perpajakan. Beleid tersebut menyatakan status hidup berpisah hanya berlaku atas adanya putusan hakim.
Bila suami istri hidup terpisah hanya karena tugas atau pekerjaan dan masih terikat dalam hubungan perkawinan, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pajak oleh istri tetap digabungkan dengan suaminya.
"Tidak termasuk dalam pengertian hidup terpisah adalah suami istri yang hidup terpisah antara lain karena tugas, pekerjaan, atau usaha," bunyi Pasal 2 ayat (6) PP 50/2022, dikutip Jumat (13/1/2023).
Wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah hanyalah yang hidup terpisah berdasarkan putusan hakim, melakukan perjanjian pisah penghasilan dan harta dengan suami, atau ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban pajak secara terpisah dari suami.
Dalam sistem administrasi perpajakan, keluarga adalah satu kesatuan ekonomis sehingga setiap keluarga hanya memerlukan 1 NPWP saja.
Bila wanita kawin sudah memiliki NPWP dan mengaktifkan NIK sejak sebelum kawin, wanita kawin perlu mengajukan permohonan penghapusan NPWP agar NIK dinonaktifkan sebagai NPWP.
Untuk melakukan penghapusan NPWP istri, dokumen yang perlu dilampirkan antara lain fotokopi buku dan surat pernyataan dari wanita kawin tersebut bahwa tidak membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suami.
Sebelum NPWP dihapus, DJP akan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah wajib pajak benar-benar sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif.
"Dalam hal wajib pajak orang pribadi penduduk tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif ... NIK dinonaktifkan sebagai NPWP dalam administrasi perpajakan," bunyi Pasal 4 ayat (5) PP 50/2022. (sap)