Senior Partner DDTC Danny Septriadi saat memberikan paparan dalam acara Ikatan Akuntan Indonesia bertajuk 'Current Update of Transfer Pricing Development and Dispute Settlement'yang digelar secara virtual pada Rabu (7/10/2020).
JAKARTA, DDTCNews – Senior Partner DDTC Danny Septriadi mengatakan pada sisi otoritas diperlukan antisipasi kebijakan untuk mengurangi terjadinya potensi peningkatan sengketa pajak tahun depan. Simak, Bersengketa di Pengadilan Pajak, DJP dan DJBC Lebih Sering Kalah.
Menurutnya, potensi ini bersumber dari penurunan kegiatan usaha akibat PSBB ketat yang dapat menyebabkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) menjadi lebih bayar, meski tarif pajak perusahaan sudah diturunkan dari 25% menjadi 22%, tambahan diskon angsuran PPh 25 dari 30% menjadi 50%. Simak, Penambahan Diskon Angsuran PPh Pasal 25 Jadi 50% Berlaku Otomatis.
"Jika status SPT WP lebih bayar (LB) maka pasti dilakukan pemeriksaan untuk memastikan laporan pajak sesuai dengan fakta yang dilaporkan. Hal ini berpotensi menguras energi fiskus hanya untuk melakukan pemeriksaan SPT LB pada 2021," katanya dalam acara IAI 'Current Update of Transfer Pricing Development and Dispute Settlement' yang digelar secara virtual, Rabu (7/10/2020).
Lebih lanjut, Danny menyatakan perlu adanya terobosan untuk mengantisipasi potensi lonjakan pemeriksaan agar tidak menimbulkan sengketa yang berujung di pengadilan pajak.
Menurutnya, DJP sudah mempunyai instrumen untuk mengatasi potensi banjir sengketa dengan optimalisasi Compliance Risk Management (CRM). Melalui instrumen CRM, otoritas bisa fokus melakukan pengawasan wajib pajak berdasarkan risiko kepatuhan. Simak, Mengoptimalkan Pengawasan Kepatuhan Pajak Berbasis Risiko.
Kemudian, DJP juga perlu untuk terus mendorong implementasi Voluntary Compliance guna mengurangi potensi sengketa yang berkepanjangan. Simak, Faktor Penentu Keberhasilan Kepatuhan Kooperatif.
Danny menyebutkan hal yang harus diantisipasi adalah sengketa yang berkepanjangan sampai di tingkat keberatan dan pengadilan pajak. Simak, Pakar: Kepastian Hukum dalam Sistem Pajak Harus Jadi Prioritas.
Hal ini harus dihindari. Dalam kondisi normal perusahaan masih sanggup untuk membayar jumlah yang disengketakan saat pemeriksaan. Dalam kondisi pandemi, persoalan likuiditas perusahaan menjadi hal yang paling utama. Simak, Jerman Prioritaskan Insentif Pajak untuk Menjaga Likuiditas Perusahaan.
Dalam kondisi kesulitan likuiditas, perusahaan tidak akan mampu untuk bertahan di masa pandemi jika harus bersengketa yang berkepanjangan. Simak, Ada Covid-19, Berbagai Negara Beri Penangguhan dan Pengurangan Pajak.
Danny menambahkan, jumlah sengketa di pengadilan pajak terus meningkat. Apalagi di masa pandemi ini, pengadilan pajak beberapa kali menunda sidang tatap muka karena pandemi. Simak, Minggu Depan, Persidangan Pengadilan Pajak Dihentikan Lagi.
Jika perusahaan mengalami kesulitan likuiditas karena sengketa yang berkepanjangan di masa pandemi, sambungnya, maka perusahaan mempunyai risiko tidak bisa melanjutkan kegiatan usahanya. Simak, Menyeimbangkan antara Tujuan Pemulihan Ekonomi dan Penerimaan Pajak.
"Pada akhirnya negara akan dirugikan karena berkurangnya penerimaan pajak di masa mendatang," imbuhnya.