Ilustrasi. Gedung Badan Kebijakan Fiskal.Â
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah terus mendorong diversifikasi ekspor guna mengantisipasi risiko ketidakpastian global. Terlebih, perlambatan ekspansi sektor manufaktur di beberapa negara mitra dagang utama mulai terlihat.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan berbagai dinamika perekonomian global perlu diantisipasi dengan baik karena berpotensi memengaruhi kinerja permintaan ekspor Indonesia.
"Ke depan, pemerintah akan terus mendorong berbagai upaya diversifikasi ekspor, baik dari sisi pasar dan produk, penguatan strategi hilirisasi," katanya, Rabu (16/11/2022).
Febrio menuturkan risiko dan ketidakpastian prospek ekonomi global belakangan ini makin terlihat. Hal tersebut juga diikuti dengan tren penurunan harga komoditas.
Oleh karena itu, ia berharap pelaku usaha dapat mengoptimalkan berbagai fasilitas perpajakan dan kepabeanan yang disediakan pemerintah seperti kawasan berikat dan kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE).
Di tengah ketidakpastian dan perlambatan perekonomian global, lanjutnya, ekspor Indonesia masih melanjutkan kinerja positif. Pada Oktober 2022, nilai ekspor mencapai US$24,81 miliar, tumbuh 12,3% dari periode yang sama tahun lalu.
Peningkatan ekspor tersebut didorong komoditas unggulan seperti produk kelapa sawit, bahan bakar mineral, dan besi baja. Secara kumulatif hingga Oktober 2022, ekspor Indonesia sudah mencapai US$244,14 miliar atau naik 31% ketimbang periode yang sama tahun lalu.
"Kinerja ekspor yang tetap meningkat ini juga didukung oleh permintaan dari negara mitra dagang dengan kinerja ekonomi yang masih kuat, terutama India yang masih mencatatkan PMI Manufaktur ekspansif," ujar Febrio.
Dari sisi sektoral, sektor pertambangan mencatatkan pertumbuhan tertinggi sampai dengan 83% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Disusul sektor manufaktur yang tumbuh 20% dan sektor pertanian tumbuh 14%.
Febrio memandang pertumbuhan ekspor yang terjadi di semua sektor menjadi indikasi berlanjutnya pemulihan ekonomi secara merata (broad-based), terutama sektor manufaktur yang berkontribusi paling besar pada ekspor nasional.
Di sisi lain, kinerja impor pada Oktober 2022 mencapai US$19,14 miliar, tumbuh 17% seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi nasional. Hal ini juga tercermin pada PMI Manufaktur Indonesia pada Oktober 2022 yang masih berada pada zona ekspansif di level 51,8.
Peningkatan impor didorong oleh impor migas dan nonmigas yang masing-masing tumbuh sebesar 77,23% dan 9,56%. Sepanjang Januari hingga Oktober 2022, total impor Indonesia mencapai senilai US$198,62 miliar.
Dari sisi penggunaan, impor bahan baku dan barang modal mengalami pertumbuhan masing-masing 16,24% dan 28,47%.
"Pertumbuhan impor barang produktif seperti barang modal dan bahan baku yang terus positif menjadi sinyal bahwa pemulihan ekonomi nasional masih berlanjut dan aktivitas usaha dalam negeri terus menguat," sebut Febrio.
Di sisi lain, impor barang konsumsi yang sempat terkontraksi pada September 2022 kembali tumbuh sebesar 10,14%. Aktivitas konsumsi masyarakat dinilai telah menunjukkan penguatan memasuki awal kuartal IV/2022.
Kinerja ekspor yang menguat pada Oktober 2022 mendorong neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus mencapai US$5,67 miliar, lebih tinggi ketimbang surplus periode sebelumnya senilai US$4,97 miliar. (rig)