Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat utang pemerintah pada akhir April 2024 mencapai Rp8.338,43 triliun, atau 38,64% dari PDB.
Laporan APBN Kita edisi Mei 2024 menyatakan rasio utang pemerintah tercatat 38,64%. Posisi utang tersebut secara nominal mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya yang senilai Rp8.262,1 triliun, tetapi rasionya turun dari 38,79%.
"Pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal," bunyi laporan APBN Kita, dikutip pada Kamis (30/5/2024).
Pemerintah menjelaskan pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan. Rasio utang pada akhir April 2024 sebesar 38,64% masih di bawah batas aman 60% PDB sebagaimana diatur dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Posisi utang tersebut pun lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah tahun 2024-2027 di kisaran 40%.
Pemerintah pun mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang. Pada akhir April 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 8 tahun.
Lebih lanjut, pemerintah juga berupaya mewujudkan pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik yang dalam, aktif, dan likuid. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang.
Salah satu strategi yang akan diambil ialah melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond).
Peranan transformasi digital dalam proses penerbitan dan penjualan SBN yang didukung dengan sistem online juga penting karena mampu membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi makin efektif dan efisien, serta kredibel.
"Pengelolaan utang yang disiplin turut menopang hasil asesmen lembaga pemeringkat kredit (S&P, Fitch, Moody’s, R&I, dan JCR) pada level investment grade di tengah dinamika perekonomian global dan volatilitas pasar keuangan," sebut pemerintah dalam laporan APBN Kita. (rig)