Ilustrasi. Pekerja memproduksi tembakau dari talas beneng di Desa Wantisari, Lebak, Banten, Minggu (12/3/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/nz
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) mengalami penurunan tipis sebesar 0,01% hingga Februari 2023.
Pemerintah menyebut penurunan tersebut dipengaruhi pola bulanan penerimaan CHT yang cenderung fluktuatif, terutama pada awal tahun. Meski begitu, penerimaan CHT diharapkan terus menguat seiring dengan adanya kenaikan tarif.
"Penerimaan cukai diharapkan masih akan kembali tumbuh seiring dengan peningkatan tarif CHT," sebut pemerintah dalam Laporan APBN Kita edisi Maret 2023, dikutip pada Jumat (17/3/2023).
Hingga 28 Februari 2023, realisasi penerimaan CHT mencapai Rp42,27 triliun. Realisasi penerimaan tersebut setara dengan 18,18% dari target senilai Rp232,58 triliun.
Pergerakan realisasi penerimaan CHT biasanya turut dipengaruhi kebijakan penundaan pembayaran cukai yang diberikan kepada pengusaha pabrik.
UU Cukai mengatur penundaan pembayaran cukai untuk pengusaha pabrik hasil tembakau diberikan waktu paling lama 90 hari sejak tanggal pemesanan pita cukai.
Penundaan pembayaran hanya diberikan kepada pabrik yang memenuhi syarat dan memberikan jaminan. Normalnya penundaan pembayaran cukai diberikan selama 60 hari.
Oleh karena itu, pembayaran atas pita cukai yang dipesan pada November dan Desember 2022 baru dilakukan pada Januari dan Februari 2023.
Soal tarif, PMK 191/2022 dan PMK 192/2022 mengatur kenaikan tarif CHT pada 2023, baik pada produk rokok maupun rokok elektrik (REL) dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). Tarif cukai rokok naik rata-rata sebesar 10% setiap tahun pada 2023 dan 2024.
Khusus sigaret kretek tangan (SKT), kenaikan tarif cukainya maksimum 5%. Sementara itu, tarif cukai REL dan HPTL dinaikkan rata-rata sebesar 15% dan 6% setiap tahunnya untuk 2 tahun ke depan. (rig)