JAKARTA, DDTCNews - DDTC telah merilis booklet bertajuk Global Minimum Tax: Implication for Indonesian Taxpayers. Booklet tersebut dirilis dalam Exclusive Seminar DDTC Academy: Global Minimum Tax for Dummies, hari ini, Kamis (13/3/2025) di Menara DDTC.
Booklet ini dapat menjadi panduan untuk menyusun langkah awal dalam menghadapi pengenaan pajak minimum global (global minimum tax) berdasarkan pada kesepakatan internasional (PMK 136/2024) yang mulai berlaku pada 2025. Unduh (download) booklet tersebut di sini.
Memiliki para profesional yang sejak awal mengikuti dinamika perumusan Two Pillar Solution OECD/G-20 (DDTC Global Minimum Tax Expert Panel), DDTC meyakini panduan awal diperlukan mengingat adanya kompleksitas ketentuan.
Sesuai prediksi, detail ketentuan pengenaan pajak minimum global dalam PMK 136/2024 cukup kompleks. Banyak juga istilah atau terminologi yang mungkin belum terlalu familier bagi publik, bahkan bagi para profesional dan akademisi perpajakan.
Selain ketentuan di PMK 136/2024, perlu juga memahami konteks dan kaitannya dengan regulasi existing perpajakan saat ini. Terlebih, dalam PMK 136/2024, juga dimuat ketentuan pada periode awal penerapan pajak minimum global atau global anti-base erosion rules (GloBE).
Tidak cukup hanya membaca ketentuan domestik, diperlukan juga untuk memahami informasi sumbernya. Apalagi, ada pasal yang menyebutkan bahwa GloBE dalam PMK 136/2024 harus dimaknai sama dengan ketentuan dalam GloBE yang dikembangkan OECD/G-20.
Adapun ketentuan pengenaan pajak tambahan yang dikembangkan oleh OECD/G-20 Inclusive Framework (IF) on Base Erosion and Profit Shifting meliputi GloBE Rules, Commentary, Examples, Agreed Administrative Guidance, GloBE Information Return, dan Safe Harbours and Penalty Relief.
Alhasil, kompleksitas ketentuan tidak terhindarkan. Dalam booklet tersebut, DDTC menyampaikan 8 langkah analisis dalam memenuhi kepatuhan pajak berdasarkan pada PMK 136/2024. Hal ini diharapkan bisa turut memudahkan stakeholders, terutama wajib pajak.
Pertama, menentukan entitas yang tercakup (in-scope) dan yurisdiksi terdampak. Langkah ini mencakup beberapa hal seperti identifikasi grup perusahaan multinasional (PMN), penerapan konsolidasi dan threshold, serta penentuan kepemilikan mayoritas dan minoritas.
Langkah pertama juga mencakup identifikasi entitas yang dapat dikategorikan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) dalam skenario beragam serta entitas yang dikecualikan. Pada bagian ini, sebaiknya juga telah dipetakan mengenai struktur grup PMN, lokasi yurisdiksi, serta alur pengendalian.
Kedua, menghitung laba/rugi GloBE. Beberapa aspek yang masuk dalam langkah ini seperti implementasi standar akuntansi yang berlaku, pemahaman yang termasuk laba/rugi GloBE, penerapan penyesuaian yang diperlukan.
Berbagai penyesuaian -terdiri atas penyesuaian umum, pilihan, dan khusus- pada dasarnya bertujuan untuk membangun yang disebut sebagai common tax base. Dengan demikian, keseragaman tersebut akan menjamin ketepatan penghitungan tarif pajak efektif serta laba ekses.
Ketiga, menentukan pajak tercakup yang disesuaikan (adjusted covered tax). Contoh langkah dalam tahap ini adalah identifikasi pajak tercakup dan di luar cakupan GloBE, penyesuaian yang diperlukan, serta pertimbangan perlakuan pajak antarentitas.
Tidak hanya itu, langkah ketiga meliputi mekanisme penanganan perbedaan temporer dalam menghitung adjusted covered tax. Ketentuan khusus juga perlu diperhatikan untuk entitas flow-through entity, BUT, CFC, dan sebagainya.
Keempat, menghitung tarif pajak efektif. Beberapa langkah yang masuk tahap ini seperti penghitungan tarif pajak efektif dengan rumus pajak yang tercakup/laba GloBE, pemantauan yurisdiksi dan jenis entitas yang terlibat, serta penerapan Substance Based Income Exclusion (SBIE).
Kelima, menerapkan safe harbour atau mengurangi top-up tax. Langkah yang masuk dalam tahap ini antara lain pemanfaatan ketentuan permanent safe harbour, safe harbour CbCR, safe harbour UTPR, serta simplified calculations safe harbour atas nonmaterial constituent entity.
Keenam, memeriksa serta menghitung pajak tambahan (top-up tax) yang dikenakan dan dialokasikan per yurisdiksi. Contoh langkah dalam tahap ini antara lain penentuan jumlah top-up tax yang harus dibayarkan dan pengalokasian dengan tepat antaryurisdiksi. Kemudian, ada penerapan mekanisme top-up tax.
Adapun mekanisme top-up tax antara lain Domestic Minimum Top-up Tax (DMTT), Income Inclusion Rule (IIR), serta Undertaxed Payment Rules (UTPR). Terdapat perbedaan formula alokasi pajak tambahan yang berbeda.
Ketujuh, melihat ketentuan khusus. Contoh langkah dalam tahap ini misalnya terkait dengan restrukturisasi bisnis serta entitas dengan karakteristik khusus. Ada analisis khusus yang dibedakan dalam hal kondisi joint venture, BUT, atau pada kasus industri perbankan.
Kedelapan, mengelola aspek administratif. Langkah ini mencakup beberapa aspek seperti pelaporan GloBE Information Return (GIR) dan Surat Pemberitahuan (SPT), pertimbangan ketentuan selama masa transisi, penerapan aturan konversi mata uang, serta pelaksanaan pemungutan pajak.
Para profesional DDTC yang sejak awal mengikuti dinamika perumusan Two Pillar Solution OECD/G-20 melihat setiap langkah tersebut memiliki tantangan dan saling berkaitan. Dengan demikian, kedelapan langkah tersebut sangat sulit jika dilakukan secara terpisah-pisah.
Selain itu, untuk memahami tata cara analisis pada tiap langkah, dibutuhkan interpretasi yang seragam merujuk pada berbagai dokumen ketentuan GloBE, khususnya Commentary 331 halaman. Sayangnya, dokumen itu disusun dengan asumsi pengetahuan atas hukum pajak baik domestik dan internasional yang memadai serta prinsip-prinsip akuntansi keuangan yang mumpuni.
Melihat kompleksitas ketentuan pengenaan pajak minimum global, strategi capacity building menjadi penting dilakukan. Hal ini dilakukan secara simultan dengan koordinasi internal, pengumpulan informasi, simulasi dan kalkulasi, mitigasi risiko, serta pemantauan aturan terkini. Simak ‘Catat! Hal-Hal yang Perlu Disiapkan WP Pasca-Pajak Minimum Global 2025’.