Ilustrasi Bank Indonesia.
JAKARTA, DDTCNews – Setelah cenderung turun dalam beberapa bulan, cadangan devisa berbalik naik pada akhir Juni 2019. Penerimaan devisa migas dan penarikan utang luar negeri pemerintah menjadi pendorong kenaikan posisi cadangan devisa pada akhir bulan lalu.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko memaparkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2019 tercatat senilai US$123,8 miliar. Angka ini mencatatkan kenaikan dibandingkan dengan akhir Mei 2019 senilai US$120,3 miliar.
“Peningkatan cadangan devisa pada Juni 2019 terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa migas dan valas lainnya, serta penarikan utang luar negeri pemerintah,” ujarnya dalam keterangan resmi, seperti dikutip pada Senin (8/7/2019).
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,1 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Nilai tersebut, sambungnya, masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
BI, lanjut Onny, menilai cadangan devisa pada akhir bulan lalu masih mampu untuk mendukung ketahanan sektor eksternal. Cadangan devisa tersebut juga masih cukup kuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
“Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai dengan didukung stabilitas dan prospek ekonomi yang tetap baik,” imbuhnya.
Adapun dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19—20 Juni 2019, otoritas memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day (Reverse) Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.
Bersamaan dengan keputusan itu, bank sentral memutuskan untuk menurunkan giro wajib minimum (GWM) rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah sebesar 50 basis poin. Dengan demikian, masing-masing menjadi 6,0% dan 4,5%, dengan GWM rerata masing-masing tetap sebesar 3,0%, berlaku efektif pada 1 Juli 2019. (kaw)