UU HKPD

UU HKPD Beri Fleksibilitas bagi Pemda Tetapkan PBB, Simak Analisisnya

Muhamad Wildan
Kamis, 09 Desember 2021 | 19.00 WIB
UU HKPD Beri Fleksibilitas bagi Pemda Tetapkan PBB, Simak Analisisnya

Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) memberi ruang bagi kabupaten/kota agar lebih leluasa dalam menetapkan pajak bumi dan bangunan (PBB) di daerahnya masing-masing.

Melalui UU HKPD, NJOP yang digunakan untuk penghitungan PBB bisa ditetapkan paling rendah 20% hingga maksimal 100% dari NJOP. Ketentuan seperti ini tidak diatur dalam UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

"NJOP diberi keleluasaan bagi daerah, tidak cuma 100% NJOP tapi ada skema bisa 20% sampai 100% dari NJOP. Ada keleluasaan bagi pemda untuk mengatur sendiri optimalisasi PBB," ujar Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji, Kamis (9/12/2021).

Dengan demikian, kenaikan tarif maksimal PBB dari yang saat ini sebesar 0,3% menjadi 0,5% belum tentu meningkatkan beban PBB yang ditanggung wajib pajak.

Ruang yang besar bagi pemda untuk melakukan improvisasi dalam menetapkan PBB dapat dimanfaatkan oleh pemkab/pemkot untuk meningkatkan daya saing investasi di daerahnya masing-masing.

Merespons ketentuan baru dalam UU HKPD, Wali Kota Tangerang Arief R. Wismansyah mengatakan fleksibilitas bagi pemda untuk menentukan persentase NJOP yang digunakan untuk menghitung PBB sudah tepat.

Dengan adanya ketentuan ini, pemda memiliki ruang untuk menyesuaikan NJOP sesuai dengan nilai riil dari aset bumi dan bangunan tanpa harus membebani wajib pajak.

"Sering di kota NJOP itu jauh di bawah nilai jual tanah itu sendiri. Jadi NJOP habis ini bisa dirasionalisasi sesuai harga pasar tapi akan dibuat range agar tidak membebani masyarakat," ujar Arief.

Arief mengatakan Pemkot Tangerang tetap akan melaksanakan kebijakan pajak daerah sejalan dengan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Pelayanan yang baik diperlukan agar kepatuhan masyarakat terhadap pajak tetap terjaga.

"Supaya masyarakat mau bayar pajak, kita berikan berbagai program. Contohnya, pendidikan gratis, swasta pun SPP-nya kita bayari, kesehatan asalkan mau di kelas III BPJS-nya kita bayari, swasta kita ajak bicara apa yang perlu dilakukan untuk mendorong usahanya," ujar Arief. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.