INDEKS HARGA KONSUMEN

Tren Deflasi Berlanjut, BPS: Daya Beli Masih Sangat Lemah

Dian Kurniati
Kamis, 01 Oktober 2020 | 12.19 WIB
Tren Deflasi Berlanjut, BPS: Daya Beli Masih Sangat Lemah

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto. (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Indeks harga konsumen (IHK) pada Agustus 2020 kembali mengalami penurunan atau deflasi sebesar 0,05%.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan deflasi pada September 2020 merupakan deflasi yang ketiga kalinya secara berturut-turut sejak Juli 2020. Tren ini pertama kali terjadi sejak 1999.

"Pada waktu itu deflasi pada Maret sampai September. Pada 1999 itu, terjadi deflasi berturut-turut selama 7 bulan," katanya melalui konferensi video, Kamis (1/10/2020).

Suhariyanto menjelaskan deflasi pada September 2020 yang sebesar 0,05% juga sama persis dengan kondisi Agustus 2020. Sementara pada Juli 2020, terjadi deflasi 0,10%. Sejauh ini, inflasi tahun berjalan tercatat sebesar 0,89% dan inflasi secara tahunan mencapai 1,42%.

Berdasarkan pengeluaran, ada 4 kelompok yang mengalami deflasi pada September 2020, yakni kelompok makanan, minuman, dan tembakau deflasi 0,37%, kelompok pakaian dan alas kaki 0,01%, kelompok transportasi 0,33%, dan kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan 0,01%.

Namun, ada kelompok pengeluaran yang yang mengalami inflasi. Adapun inflasi paling tinggi terjadi pada kelompok pendidikan sebesar 0,62% serta kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,25%.

Kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan kinerja deflasi 0,37%, memberikan andil terhadap deflasi 0,09%. Menurut Suhariyanto, deflasi itu disebabkan penurunan harga daging dan telur ayam ras di sejumlah daerah di Indonesia, masing-masing 0,04%.

Penurunan harga juga terjadi pada bawang merah dan beberapa sayuran seperti tomat dan cabai rawit. Sementara komoditas yang justru mengalami inflasi yakni minyak goreng 0,02% dan bawang putih 0,01%.

Kelompok transportasi dengan torehan deflasi 0,33%, memberikan andil terhadap deflasi minus 0,04%. Hal ini utamanya disebabkan penurunan tarif angkutan udara yang memberikan andil kepada deflasi 0,04%.

Dari 90 kota yang disurvei BPS, 56 kota mengalami deflasi dan 34 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Timika sebesar 0,83% dan terendah terjadi di Bukittinggi, Jember, dan Singkawang masing-masing sebesar 0,01%. Sementara inflasi tertinggi terjadi di Gunungsitoli sebesar 1,00% dan terendah terjadi di Pekanbaru dan Pontianak masing-masing sebesar 0,01%.

Berdasarkan komponennya, komponen inti pada September 2020 mengalami inflasi sebesar 0,13%. Tingkat inflasi komponen inti tahun kalender sebesar 1,46% dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun 1,86%.

Suhariyanto menyebut inflasi inti tahun ke tahun yang sebesar 1,86% tersebut merupakan yang terendah sejak BPS dan Bank Indonesia menghitung inflasi inti pada 2004

"Inflasi inti yang rendah itu menunjukkan daya beli kita masih sangat-sangat lemah. Itu yang perlu diwaspadai dari Juli hingga September, artinya kuartal III/2020 daya beli masih lemah," ujarnya.

Sementara itu, komponen yang harganya diatur pemerintah dan komponen yang harganya bergejolak mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,19% dan 0,60%. Pada September 2020, komponen yang harganya diatur pemerintah dan komponen yang harganya bergejolak memberikan andil/sumbangan deflasi masing-masing sebesar 0,03% dan 0,10%. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.