BERITA PAJAK HARI INI

Tarif PPN Naik, Dampaknya Sudah Ada di Penerimaan Pajak

Redaksi DDTCNews
Senin, 28 November 2022 | 08.41 WIB
Tarif PPN Naik, Dampaknya Sudah Ada di Penerimaan Pajak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Dampak kenaikan tarif PPN telah berkontribusi sekitar 7,6% dari realisasi penerimaan pajak atas konsumsi tersebut hingga Oktober 2022. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (28/11/2022).

Kementerian Keuangan mencatat tambahan penerimaan karena kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April—Oktober 2022 senilai Rp43,43 triliun. Khusus untuk Oktober 2022, tambahan penerimaan tercatat senilai Rp7,62 triliun. Angka ini lebih besar dari nilai bulan-bulan sebelumnya.

“Ini jauh lebih kuat dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Ini berarti PPN mengalami kenaikan dari underlying transaction-nya," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Adapun hingga Oktober 2022, realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tercatat mencapai Rp569,7 triliun. Dengan demikian, kenaikan tarif PPN memberikan kontribusi sebesar 7,6% terhadap realisasi PPN dan PPnBM hingga Oktober 2022.

Secara total, realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2022 senilai Rp1.448,2 triliun, kinerja itu mencapai 97,5% dari target yang tertuang dalam Perpres 98/2022 senilai Rp1.485 triliun. Dengan demikian, porsi penerimaan PPN sebesar 39,3% dari total pendapatan pajak.

Seperti diketahui, tarif PPN resmi naik dari 10% menjadi 11% sejak April 2022 sejalan dengan revisi UU PPN melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sesuai dengan ketentuan, tarif PPN masih akan naik menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.

Selain mengenai dampak dari kenaikan tarif PPN terhadap kinerja penerimaan, ada pula ulasan terkait dengan pemesanan pita cukai hasil tembakau atau cukai rokok. Kemudian, ada juga ulasan tentang pemberian fasilitas perpajakan atas barang impor untuk penanganan pandemi.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

PPN PMSE

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, setoran atas PPN dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) akan mengambil peran yang makin penting dalam mendukung penerimaan pajak. Setoran pajak akan terus meningkat ke depannya seiring dengan transformasi digital.

"Kalau transformasi digital makin mainstream, PPN yang dipungut oleh para pengelola platform ini akan menjadi penting," katanya.

Sejak pertama kali dipungut pada Juni 2020, realisasi setoran PPN produk digital dalam PMSE sudah mencapai Rp9,17 triliun. PPN tersebut disetorkan oleh 131 penyelenggara PMSE yang ditunjuk sebagai pemungut pajak.

Pada periode Januari—Oktober 2022, realisasi PPN produk digital dalam PMSE telah mencapai Rp4,54 triliun. Nilai ini lebih tinggi ketimbang realisasi sepanjang 2021 yang mencapai Rp3,9 triliun. Pada 2020, realisasi PPN PMSE baru mencapai Rp730 miliar. (DDTCNews)

Pemesanan Pita Cukai Rokok

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) memproyeksi terjadinya peningkatan pemesanan pita cukai hasil tembakau (CHT) pada akhir tahun ini. Peningkatan ini dapat terjadi seiring dengan kenaikan tarif pada 2023. DJBC akan mengantisipasi kenaikan pemesanan pita cukai tersebut.

"Tentunya akan kita antisipasi bila ada tambahan pemesanan [pita cukai hasil tembakau] di pengujung tahun 2022 ini," ujar Dirjen Bea dan Cukai Askolani.

Askolani mengatakan pemesanan pita cukai sampai dengan saat ini masih berjalan normal dan belum terlihat tren peningkatan. Meski demikian, DJBC akan selalu siap jika industri hasil tembakau membeli lebih banyak pita cukai pada akhir tahun. (DDTCNews)

Berkomunikasi dengan Komisi XI DPR Soal Tarif Cukai Rokok

Pemerintah menyatakan masih memerlukan waktu untuk menyusun PMK mengenai tarif cukai hasil tembakau 2023. Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan pemerintah akan berkomunikasi lebih dulu dengan DPR mengenai rencana kenaikan tarif CHT.

"Sesuai dengan mekanisme, akan kita komunikasikan dengan Komisi XI, yang tentunya mudah-mudahan bisa diselesaikan dalam waktu dekat, untuk menjadi basis dalam penyusunan PMK," katanya. (DDTCNews)

Kinerja Penerimaan Bea dan Cukai

Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai sampai dengan Oktober 2022 mencapai Rp256,35 triliun atau 86% dari target yang ditetapkan pada Perpres No. 98/2022 senilai Rp299 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh impresif dan menandakan pemulihan ekonomi berjalan secara kuat. Adapun realisasi penerimaan tersebut tumbuh 25% ketimbang periode yang sama tahun lalu.

"Penerimaan bea dan cukai masih sangat impresif dan ini yang menggambarkan pemulihan ekonomi dan menggeliatnya kegiatan ekonomi," katanya. (DDTCNews)

Penggunaan e-Pbk

Ditjen Pajak (DJP) mengatakan pengajuan pemindahbukuan secara online melalui e-Pbk versi 1 diharapkan memberi kemudahan kepada wajib pajak. Produk hukum asli merupakan produk hukum manual (ditandatangani dan dicap basah oleh KPP).

“Adapun produk hukum yang diunduh dari aplikasi e-Pbk v.1 merupakan salinan. Wajib pajak dapat meminta dokumen bukti pemindahbukuan asli dengan menghubungi KPP terdaftar,” tulis DJP dalam laman resminya. ‘Sudah Pakai e-Pbk DJP Online? Ini Fungsi 4 Menu di Dalamnya’. (DDTCNews)

Pelunasan Cukai

Sebanyak 123 perusahaan telah memanfaatkan relaksasi pelunasan cukai selama 90 hari, dari normalnya 2 bulan, terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai. Relaksasi yang diatur dalam PMK 74/2022 ini untuk melonggarkan cash flow perusahaan pada masa pandemi Covid-19.

"Kita sudah membantu untuk bisa meringankan cash flow bulanan sampai dengan bulan Oktober 2022," ujar Dirjen Bea dan Cukai Askolani.

Askolani mengatakan nilai pagu pita cukai yang digeser mencapai sekitar Rp160 triliun. Angka tersebut juga sudah dilunasi sehingga penerimaan cukai pada November dan Desember 2022 akan normal. (DDTCNews)

Fasilitas untuk Barang Impor Penanganan Pandemi

Melalui PMK 164/2022, pemerintah merevisi daftar barang impor untuk penanganan pandemi Covid-19 yang dapat memperoleh fasilitas perpajakan. Dirjen Bea dan Cukai Askolani menyebut terdapat 11 barang yang tidak lagi dapat memanfaatkan fasilitas dan terdapat 2 barang baru yang bisa memperoleh keringanan.

"Dengan kondisi Covid yang jauh lebih baik, kami melihat permintaan untuk komoditas yang mendapatkan insentif itu banyak yang tidak dimanfaatkan oleh industri," katanya. Simak ‘Ini Alasan Pemerintah Revisi Daftar Barang Impor yang Dapat Fasilitas’. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.