Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews – Otoritas fiskal mengaku akan tetap pragmatis dalam mengelola APBN untuk bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Langkah otoritas tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (15/1/2020).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku akan melihat kinerja penerimaan, terutama pajak, secara lebih detail. Menurutnya, shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan tidak sepenuhnya dilihat sebagai hal yang negatif.
“[Pada] 2020, kita akan tetap pragmatis. Mungkin kalau terjadi shortfall, kita tidak akan merespons negatif. Namun, kita melihat secara objektif, ini apa yang menyebabkan shortfall,” ujar Sri Mulyani dalam wawancara eksklusif dengan salah satu media nasional.
Menurutnya, jika shortfall terjadi karena otoritas tidak mampu mengumpulkan penerimaan atau meningkatkan basis pajak, pemerintah harus waspada. Namun, kalau shortfall terjadi karena korporasi sedang mendapat tekanan sehingga profitabilitasnya menurun, pemerintah menganggap hal itu sebagai siklus bisnis yang perlu netralisasi.
Dia memaparkan shortfall yang terjadi pada 2019 – karena penerimaan pajak hanya mencapai 84,4% —terjadi di tengah upaya pemerintah tetap menjaga belanja tetap besar. Hal ini, menurut Sri Mulyani, cukup berhasil menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5%.
Selain itu, beberapa media nasional menyoroti beleid baru terkait ambang batas pembebasan bea masuk (de minimis) impor barang kiriman berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.199/PMK.04/2019 yang efektif pada 30 Januari 2020 ini menurunkan ambang batas dari US$75 menjadi US$3.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku akan tetap fokus pada intensifikasi dan ekstensifikasi dengan menggunakan data dan informasi untuk mengamankan target penerimaan pajak 2020. Terlebih, sudah ada direktorat khusus yang mengurus data dan informasi di Ditjen Pajak (DJP).
“Kita akan melihat lebih dalam tingkah laku dari wajib pajak. Orang yang seharusnya bayar pajak ya bayar pajak, dengan bukti yang baik. Jangan sampai orang yang harus bayar pajak enggak tahu kenapa harus bayar pajak,” jelasnya.
Sri Mulyani mengaku akan terus memberikan kepastian dari sisi pelayanan, aturan, dan enforcement yang dilakukan oleh petugas pajak. Hal ini ditempuh untuk menjaga iklim investasi. Apalagi, pajak juga berfungsi untuk memberikan stimulus kepada perekonomian.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antarlembaga Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Syarif Hidayat mengaku terus menampung masukan dari sejumlah pihak terkait dengan dampak penurunan de minimis terhadap ketersediaan produsen produk substitusi impor yang murah, yang selama ini dipenuhi dari impor barang kiriman.
Ketua Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia Ikhsan Ingratubun mengungkapkan penurunan ambang batas pembebasan bea masuk impor barang kiriman akan menjadi stimulus bagi UMKM nasional.
Kementerian Keuangan menggelar seleksi terbuka untuk mengisi jabatan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Hingga saat ini, belum ada pengganti definitif Suahasil Nazara yang sudah dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Wakil Menteri Keuangan.
Pendaftaran secara online melalui laman https://seleksi-terbuka.kemenkeu.go.id/ mulai 15 Januari hingga 28 Januari 2020 pukul 17.00 WIB. Seluruh pengumuman dalam tahapan seleksi akan disampaikan di laman tersebut dan/atau https://www.kemenkeu.go.id/.
Direktur Penyuluhan, Pelayananan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan hingga saat ini otoritas masih menyusun perangkat pendukung dari rencana penambahan KPP Madya. Rencana pembentukan KPP Madya belum disosialisasikan langsung kepada wajib pajak (WP).
Hestu mengungkapkan kesiapan internal menjadi penting terkait pembentukan unit kerja baru DJP. Pasalnya, perubahan tersebut akan mencakup banyak aspek dalam tata organisasi fiskus yang terdampak kebijakan baru tersebut. (kaw)