Ilustrasi. Pedagang menata kaos oblong di pasar tradisional Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Rabu (1/3/2023). Sejumlah pedagang di pasar tersebut mengaku pendapatan mereka meningkat setelah daerah itu ditetapkan menjadi kawasan inti IKN Nusantara dengan adanya pembeli yang berasal dari para pendatang terutama dari tenaga kerja pembangunan IKN . ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc,
JAKARTA, DDTCNews - Pajak penghasilan (PPh) final 0% atas penghasilan dari peredaran bruto usaha tertentu pada UMKM menjadi salah satu fasilitas yang diberikan terkait dengan penanaman modal di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Sesuai dengan Pasal 56 ayat (1) PP 12/2023, wajib pajak dalam negeri tidak termasuk bentuk usaha tetap (BUT) yang berinvestasi di IKN dengan nilai kurang dari Rp10 miliar dan memenuhi persyaratan tertentu bisa dikenai PPh final 0%.
“Pajak penghasilan yang bersifat final … dikenai atas penghasilan dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50 miliar dalam 1 tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kata Nusantara,
Adapun penghasilan dari omzet usaha tersebut tidak termasuk, pertama, penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
Kedua, penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa wajib pajak orang pribadi berkeahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
Ketiga, penghasilan dari jasa yang dilakukan selain di wilayah IKN dan/atau dimanfaatkan oleh pengguna jasa yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan selain di wilayah IKN.
Keempat, penghasilan yang telah dikenai PPh final sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan tersendiri, kecuali penghasilan yang dikenai PPh final sesuai PP yang mengatur mengenai PPh atas penghasilan wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu (PP 55/2022).
Kelima, penghasilan yang dikecualikan sebagai objek PPh.
Adapun sesuai dengan Pasal 56 ayat (3) PP 12/2023, persyaratan tertentu yang harus dipenuhi wajib pajak meliputi, pertama, bertempat tinggal atau bertempat kedudukan dan/atau memiliki cabang di wilayah IKN. Kedua, melakukan kegiatan usaha di wilayah IKN.
Ketiga, terdaftar sebagai wajib pajak di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah IKN. Selain itu, syarat juga bisa terpenuhi jika wajib pajak memiliki identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha yang berada di wilayah IKN.
Keempat, telah melakukan penanaman modal di wilayah IKN serta memiliki kualifikasi UMKM yang diterbitkan oleh instansi berwenang. Kelima, telah mengajukan permohonan untuk memanfaatkan fasilitas PPh yang bersifat final paling lama 3 bulan sejak penanaman modal dan mendapatkan persetujuan pemberian fasilitas.
Jika wajib pajak memiliki lebih dari 1 tempat usaha atau cabang di wilayah IKN, penentuan batasan nilai investasi Rp10 miliar dan batasan omzet sampai dengan Rp50 miliar ditentukan berdasarkan pada gunggungan dari seluruh lokasi tempat usaha atau cabang tersebut.
“Pajak penghasilan yang bersifat final … diberikan terhitung sejak persetujuan pemberian fasilitas … sampai dengan tahun 2035,” bunyi penggalan Pasal 56 ayat (5) PP 12/2023.
Di sisi lain, PP 12/2023 juga memuat ketentuan pengenaan PPh sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pengenaan berlaku untuk penghasilan dari usaha yang memenuhi 3 kondisi (tidak harus akumulatif).
Pertama, penghasilan dari usaha yang dikecualikan dari pengenaan PPh yang bersifat final. Kedua, penghasilan yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha selain yang berada di wilayah IKN. ketiga, penghasilan yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha di wilayah IKN yang berasal dari peredaran bruto yang melebihi batasan Rp50 miliar.
Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 56 ayat (7), wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah (bagi wajib pajak yang diwajibkan) atau melakukan pencatatan secara terpisah (bagi wajib pajak yang diwajibkan melakukan pembukuan).
Pembukuan atau pencatatan secara terpisah antara penghasilan yang mendapatkan fasilitas PPh final sebagaimana dimaksud dalam PP ini dan penghasilan yang tidak mendapatkan fasilitas tersebut.
Jika terdapat biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak, pembebanannya dialokasikan secara proporsional.
Ketentuan mengenai penerapan serta tata cara pengajuan permohonan, penerbitan, pembatalan atau pencabutan surat persetujuan, dan pelaporan PPh final 0% tersebut akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK). (kaw)