AMERIKA SERIKAT

Soal Kompromi Trump & Macron, Ini Reaksi Pelaku Industri Teknologi AS

Redaksi DDTCNews | Rabu, 28 Agustus 2019 | 15:23 WIB
Soal Kompromi Trump & Macron, Ini Reaksi Pelaku Industri Teknologi AS

Presiden AS Donald Trump (kiri) dan Presiden Prancis Emmanuel Macron di sela-sela konferensi pers. (foto: bongino.com)

WASHINGTON, DDTCNews – Pelaku industri teknologi Amerika Serikat mengecam hasil kompromi Presiden Prancis Emmanuel Macron bersama dengan Presiden AS Donald Trump terkait pajak digital.

Computer & Communications Industry Association (CCIA) bereaksi sehari setelah kedua presiden berkompromi terkait pajak digital di sela-sela KTT G7. Apalagi, Trump menyetujui pengenaan sepihak pajak digital Prancis hingga konsensus global – yang tengah dimatangkan OECD – tercapai.

“Aksi unilateral Prancis tidak dapat dibenarkan. Jika ditoleransi akan mendorong negara-negara lain untuk mencontoh mereka [mengambil aksi unilateral],” ujar Presiden CCIA Ed Black, Selasa (27/8/2019). Google, Amazon, dan Facebook termasuk pihak yang diwakili CCIA.

Baca Juga:
Pilar 1 Tak Kunjung Dilaksanakan, Kanada Bersiap Kenakan Pajak Digital

Ed Black mengatakan seharusnya AS tidak mendukung kompromi yang berakhir pada pemberian lampu hijau terhadap pengenaan pajak diskriminatif. Apalagi, pengenaan pajak yang disebut-sebut menargetkan perusahaan asal Negeri Paman Sam ini dibarengi dengan janji yang samar.

Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji ketika konsensus global tentang pemajakan ekonomi digital disepakati, Prancis akan mencabut aturan pajak digitalnya. Bagi perusahaan yang telah membayar pajak digital Prancis dijanjikan akan memperoleh pengembalian pajak.

Jennifer McCloskey dari Information Technology Industry Council yang mencakup Google, Amazon, Facebook, dan Apple, mengatakan pentingnya untuk mencapai kesepakatan global dengan cepat mengenai perpajakan.

Baca Juga:
Sambut Hari Kartini, DDTC Hadirkan Diskon untuk Perempuan Indonesia

“Setiap perjanjian antara Perancis dan Amerika Serikat harus mendorong pendekatan multilateral dan menghindari proliferasi proposal unilateral,” katanya, seperti dilansir news.abs-cbn.com.

Pada Juli lalu, Parlemen Perancis menyetujui pungutan pajak sebesar 3% atas pendapatan dari layanan digital yang diperoleh di Prancis. Pajak ini menyasar perusahaan digital dengan pendapatan lebih dari 25 juta euro (sekitar Rp398 miliar) di Perancis dan 750 juta euro (sekitar Rp11,9 triliun) dari seluruh dunia.

Pajak ini bertujuan untuk menghentikan kesenjangan pajak yang membuat sebagian besar raksasa digital tidak membayar apapun di negara tempat meraka mendapat keuntungan. Hal ini dapat terjadi lantaran basis hukum perusahaan mereka berada di negara lain dengan tarif pajak rendah. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 07:00 WIB LITERATUR PAJAK

Hal Unik Ini Hanya Ada di Perpajakan DDTC, Sudah Coba?

Jumat, 26 April 2024 | 06:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Diskon Pajak Pasal 31E UU PPh Bisa Digunakan Tanpa Ajukan Permohonan

Kamis, 25 April 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pegawai Diimbau Cek Kebenaran Pemotongan PPh 21 oleh Pemberi Kerja

Kamis, 25 April 2024 | 18:54 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Level SAK yang Dipakai Koperasi Simpan Pinjam Tidak Boleh Turun

Kamis, 25 April 2024 | 18:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan e-SKTD untuk Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tagihan Listrik dan Air dalam Sewa Ruangan Kena PPN, Begini Aturannya

Kamis, 25 April 2024 | 17:45 WIB DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN

Imbauan DJPK Soal Transfer ke Daerah pada Gubernur, Sekda, hingga OPD

Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP