UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Sistem Pajak Teritorial Dinilai Bisa Mengakomodasi Kompetisi Global

Nora Galuh Candra Asmarani | Kamis, 20 Februari 2020 | 17:15 WIB
Sistem Pajak Teritorial Dinilai Bisa Mengakomodasi Kompetisi Global

Dosen Program Studi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Mirza Maulinarhadi. (Foto: DDTCNews)

MALANG, DDTCNews—Sistem perpajakan teritorial dalam pengenaan pajak penghasilan dinilai bisa mengakomodasi kompetisi bisnis dalam ekonomi global.

Dosen Program Studi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Mirza Maulinarhadi mengatakan sistem territorial memiliki kelebihan di antaranya menghindari lock-out capital dan tidak terlalu kompleks.

Meski begitu, lanjutnya, sistem tersebut membatasi kewenangan negara dalam memungut pajak (limited tax liability). Di lain pihak, sistem worldwide justru memiliki kewenangan lebih besar ketimbang sistem teritorial.

Baca Juga:
OECD Rilis Roadmap Aksesi, Ada 8 Prinsip Pajak yang Perlu Diadopsi RI

Sistem worldwide juga memiliki keunggulan lainnya seperti dapat melindungi kegiatan usaha domestik berskala kecil. Namun demikian, kata Mirza, sistem worldwide ini terlalu rumit dan kompleks.

“Bahkan sistem ini (worldwide) tidak banyak digunakan oleh negara maju dalam konteks kompetisi bisnis dalam ekonomi global,” katanya dalam kuliah umum dengan tema Tren Reformasi Pajak Penghasilan, Kamis (20/2/2020)

Mirza menjelaskan sistem pajak territorial adalah sistem yang hanya mengenakan pajak atas penghasilan dari negara tersebut. Sistem ini tidak akan mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari luar negara tersebut (foreign income).

Baca Juga:
Ingin Jadi Anggota OECD, Jokowi Bentuk Timnas

Sementara itu, lanjutnya, sistem pajak worldwide mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) dari dalam negeri maupun luar negeri.

Meski masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan, setiap negara tentu berhak memilih atau membuat desain kebijakan pajak lain sesuai dengan kebutuhan.

“Secara konsep, negara tempat penghasilan diperoleh (negara sumber) memiliki hak pemajakan pertama atas suatu penghasilan. Namun, negara tempat wajib pajak bertempat tinggal juga memiliki hak pemajakan berikutnya,” tuturnya.

Baca Juga:
Pilar 1 Tak Kunjung Dilaksanakan, Kanada Bersiap Kenakan Pajak Digital

Dalam kuliah umum itu, Mirza juga menjelaskan tentang tren perkembangan perekonomian di mana pada gilirannya justru menimbulkan permasalahan, sehingga memicu perlunya reformasi perpajakan.

Kehadiran ekonomi digital yang mendisrupsi sektor usaha juga membuat perkembangan ekonomi makin dinamis. Ekonomi digital bahkan menimbulkan masalah pelik lain yaitu terkait dengan praktik penghindaran pajak. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pegawai Diimbau Cek Kebenaran Pemotongan PPh 21 oleh Pemberi Kerja

Kamis, 25 April 2024 | 18:54 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Level SAK yang Dipakai Koperasi Simpan Pinjam Tidak Boleh Turun

Kamis, 25 April 2024 | 18:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan e-SKTD untuk Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tagihan Listrik dan Air dalam Sewa Ruangan Kena PPN, Begini Aturannya

Kamis, 25 April 2024 | 17:45 WIB DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN

Imbauan DJPK Soal Transfer ke Daerah pada Gubernur, Sekda, hingga OPD

Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT