REPORTASE DDTC DARI SINGAPURA

Analisis Kesebandingan TP: Isu dan Tantangan di Tengah Regulasi Global

Redaksi DDTCNews
Selasa, 30 September 2025 | 14.15 WIB
Analisis Kesebandingan TP: Isu dan Tantangan di Tengah Regulasi Global
<p>Suasana kelas&nbsp;<em>WU-TA Advance Transfer Pricing Programme 2025,&nbsp;</em>Senin (29/9/2025), yang diisi oleh Transfer Pricing Partner of PwC Singapore Falgun Thakkar.&nbsp;<em>Foto: Shihab Fatahillah.</em></p>

SINGAPURA, DDTCNews – Analisis kesebandingan (comparability analysis) dalam penetapan harga transfer (transfer pricing) berperan penting untuk mengetahui apakah suatu transaksi afiliasi telah mematuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle). Topik tersebut menjadi salah satu pembahasan dalam WU-TA Advanced Transfer Pricing Programme 2025, Senin (29/9/2025).

Transfer Pricing Partner of PwC Singapore Falgun Thakkar mengatakan bahwa analisis kesebandingan setidaknya memiliki 2 tujuan utama. Pertama, mendapatkan pemahaman mendalam tentang transaksi afiliasi dan peran masing-masing pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut (accurately delineation transation).

"Proses ini melibatkan identifikasi transaksi afiliasi untuk menentukan substansi ekonomi sebenarnya, yang mencerminkan bagaimana pihak independen yang beroperasi secara wajar akan menyusun kesepakatan tersebut," ujar Falgun dalam program yang digelar oleh WU Transfer Pricing Center (Vienna University of Economics and Business) dan Tax Academy of Singapore.

OECD Transfer Pricing Guidelines juga menekankan bahwa identifikasi transaksi afiliasi bertujuan untuk memastikan bahwa bentuk transaksi selaras dengan substansinya (substance over form).

“Prinsip substance over form memastikan bahwa perlakuan perpajakan suatu transaksi antarpihak afiliasi harus didasarkan pada realitas ekonomi dari transaksi tersebut, bukan hanya pada dokumen legal atau bentuk kontrak yang dibuat,” ujar Falgun.

Tujuan kedua dalam analisis kesebandingan, mendapatkan pembanding yang andal untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi apakah transaksi afiliasi cukup sebanding dengan transaksi independen.

Untuk menentukan tingkat kesebandingan yang andal tersebut, wajib pajak dapat berfokus pada 5 karakteristik yang relevan secara ekonomi (economically relevant characteristics).

Guna memperoleh hasil kesebandingan yang andal, Falgun juga mengungkapkan, terdapat beberapa tantangan praktis seperti ketersediaan data, kompleksitas transaksi modern, dan perbedaan interpretasi regulasi antaryurisdiksi. Kita bahas satu per satu.

Tantangan pertama, terkait dengan ketersediaan data. Hal ini termasuk proses mencari, memperoleh, dan menggunakan data dari transaksi pihak independen yang benar-benar sebanding. Kelangkaan pembanding yang andal merupakan salah satu konsekuensi dari tidak ada adanya transaksi yang sepenuhnya identik.

Dalam industri yang sangat terspesialisasi, sulit untuk menemukan perusahaan publik yang melakukan fungsi yang sama persis. Bahkan ketika pembanding ditemukan, masih banyak perbedaan yang harus dipertimbangkan, yang sering kali bersifat subjektif dan memicu sengketa.

Tantangan kedua, kompleksitas transaksi modern. Hal ini mencakup transaksi afiliasi dan skema penyesuaian. Penyesuaian dilakukan untuk menghilangkan dampak material dari perbedaan faktor ekonomi, fungsional, dan akuntansi. Namun, tidak jarang akurasi dan keandalan penyesuaian ini dipertanyakan oleh otoritas pajak.

Dalam menyusun Transfer Pricing Documentation (TP Doc), Falgun menyampaikan, wajib pajak dapat memanfaatkan tools untuk mengidentifikasi faktor yang tidak tercakup sepenuhnya dalam analisis kesebandingan atau yang memiliki dampak signifikan pada profitabilitas wajib pajak. Tools yang dimaksud adalah Special Factor Analysis (SFA).

“Tujuan utama SFA adalah membuktikan bahwa profitabilitas wajib pajak yang mengalami kerugian atau margin yang sangat rendah adalah hasil dari faktor bisnis yang wajar, bukan karena praktik transfer pricing yang tidak wajar,” ucap Falgun.

Menurut Falgun, SFA perlu juga didukung dengan data kuantitatif. Data kuantitaf digunakan dengan tujuan untuk penguatan penjelasan mengapa risiko tertentu memengaruhi profitabiliatas, meskipun fungsi entitas secara kontraktual tidak berubah.

Tantangan ketiga, lanskap regulasi yang terus berubah dan perbedaan interpretasi di antara otoritas pajak yang menambah beban kepatuhan dalam upaya melakukan analisis kesebandingan.

Setiap yurisdiksi memiliki aturan dokumentasi dan kriteria pengecualian pembandingnya sendiri. Salah satu contohnya, beberapa otoritas pajak cenderung menolak perusahaan pembanding yang merugi, meskipun kerugian tersebut dapat dibenarkan oleh kondisi pasar.

Selain itu, ada lagi kecenderungan otoritas pajak yang sering mempersengketakan pemilihan metode TP serta regulasi penerimaan pembanding lokal.

Model bisnis ekonomi digital, seperti layanan cloud dan media sosial menciptakan nilai dari partisipasi pengguna dan data tanpa kehadiran fisik yang signifikan (nexus). Hal ini mempersulit penentuan alokasi laba dengan analogi industri tradisional.

Sesi Fireside Chat

Kegiatan hari pertama ditutup dengan sesi fireside chat yang memberikan kesempatan kepada seluruh peserta, termasuk 2 profesional DDTC, untuk berdiskusi secara interaktif dengan para narasumber. Topik diskusi cukup lebar, dari tantangan praktis dalam penerapan transfer pricing di berbagai yurisdiksi, hingga perkembangan perjalanan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) .

Pada sesi ini, hadir Dr. Raffaele Petruzi (Managing Director of WU Transfer Pricing Center) yang bercerita awal mula dirancangnya BEPS Project hingga perkembangannya saat ini. Sesi fireside chat merupakan sesi yang baru diadakan pertama kali dalam penyelenggaran WU-TA Advanced Transfer Pricing Programme sekaligus untuk merayakan kerjasama 10 tahun antara WU Transfer Pricing Center dan Tax Academy of Singapore (10th Intake Ceremony).

Reportase dari Singapura

Artikel reportase ini ditulis oleh Specialist DDTC Consulting Shihab Fatahillah yang mengikuti WU-TA Advanced Transfer Pricing Programme 2025 di Singapura. Program ini diselenggarakan pada 29 September 2025 hingga 2 Oktober 2025.

Program yang berlangsung selama 4 hari ini digelar oleh the WU Transfer Pricing Center at the Institute for Austrian and International Tax Law at WU (Vienna University of Economics and Business) dan the Tax Academy of Singapore. Kursus diisi oleh profesor dari WU Transfer Pricing Center dan pakar serta praktisi perpajakan di Asia Tenggara.

Selain Shihab, ada 7 profesional DDTC lainnya yang juga mengikuti kursus di Singapura. Keikutsertaan kedelapan profesional pajak dalam kursus mengenai transfer pricing di Singapura tersebut dibiayai sepenuhnya oleh DDTC, sebagai bagian dari pengembangan kapasitas internal perusahaan. Kegiatan ini merupakan bagian dari Human Resource Development Program (HRDP) yang dijalankan oleh DDTC. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.