KONSULTASI PAJAK

Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Rinaldi Adam Firdaus
Kamis, 19 Desember 2024 | 17.30 WIB
ddtc-loaderBegini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Rinaldi Adam Firdaus,

DDTC Fiscal Research & Advisory.

Pertanyaan:

PERKENALKAN, saya Clara. Saya merupakan staf keuangan di salah satu perusahaan yang berdomisili di Tangerang. Sebagai informasi, perusahaan kami berencana untuk merambah ke sektor pembiayaan untuk melakukan kegiatan sewa guna usaha (leasing).

Oleh karena itu, kami ingin menanyakan lebih lanjut khususnya terkait dengan perlakuan pajak penghasilan (PPh) dari sisi kami sebagai perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa guna usaha (lessor) atas kegiatan leasing tersebut. Terima kasih.

Clara, Tangerang.

Jawaban:

TERIMA kasih atas pertanyaannya, Ibu Clara. Untuk menjawab pertanyaan yang disampaikan, kita dapat mengacu pada ketentuan teknis terkait kegiatan leasing sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) (KMK 1169/1991). Simak ‘Apa Itu Sewa Guna Usaha?

Sesuai Pasal 1 huruf a KMK 1169/1991, dapat diketahui definisi dari kegiatan leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal. Adapun kegiatan pembiayaan yang dimaksud dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (i) sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) dan (ii) sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease).

Lantas apa perbedaan di antara kedua mekanisme kegiatan leasing tersebut? Secara garis besar, sesuai Pasal 2 ayat (1) KMK 1169/1991 dapat diketahui bahwa perbedaan mendasar di antara keduanya terletak pada ada atau tidaknya hak opsi bagi perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari lessor –atau umumnya disebut sebagai lessee.

Selain perbedaan mendasar tersebut, perlu juga mencermati kriteria kegiatan leasing yang nantinya akan dilakukan oleh perusahaan Ibu untuk menentukan apakah masuk dalam jenis finance lease atau operating lease. Untuk memudahkan, berikut ini merupakan kriteria untuk membedakan kedua jenis kegiatan leasing yang dimaksud.

Pemahaman untuk membedakan kedua jenis kegiatan leasing di atas sangat dibutuhkan karena nantinya akan berpengaruh pada aspek PPh yang perlu dipenuhi oleh perusahaan Ibu dalam menjalankan kegiatan leasing. Untuk memudahkan, berikut ini beberapa hal yang perlu perusahaan Ibu perhatikan jika nantinya akan melakukan kegiatan finance lease maupun operating lease.

Dalam konteks finance lease, terdapat tujuh hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan perlakuan PPh bagi lessor sebagaimana diatur dalam Pasal 14 KMK 1169/1991 jo. Angka 5.1 SE-29/1992 s.t.d.d SE-02/1993. Pertama, penghasilan lessor yang dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran finance lease yaitu seluruh pembayaran finance lease dikurangi angsuran pokok. Sebagai catatan, pembayaran finance lease yang dilakukan oleh lessee kepada lessor bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 ayat (2) KMK 1169/1991.

Kedua, lessor tidak boleh menyusutkan barang modal yang disewa guna usahakan. Ketiga, Direktur Jenderal Pajak (DJP) dapat mengoreksi pengakuan penghasilan pihak lessor jika masa leasing lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam Pasal 3 KMK 1169/1991. Masa leasing yang dimaksud sebagaimana telah dimuat dalam Tabel 1 di atas.

Keempat, lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Pembentukan cadangan tersebut setinggi-tingginya sejumlah 2,5% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang finance lease. Kelima, kerugian yang diderita karena piutang leasing yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan. Simak juga ‘Begini Perubahan Cara Hitung Saldo Awal Cadangan Piutang Tak Tertagih’.

Keenam, dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sebagai penghasilan. Di sisi lain, apabila cadangan tersebut tidak mencukupi, maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto.

Ketujuh, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk setiap bulan adalah jumlah PPh sebagai penerapan Pasal 17 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP terhadap penghasilan kena pajak (PKP) berdasarkan laporan keuangan triwulanan terakhir yang disetahunkan dibagi dua belas. Namun, jika lessor juga melakukan kegiatan operating lease, maka laporan keuangan triwulanan yang dimaksud adalah laporan keuangan triwulanan gabungan (finance lease dan operating lease).

Selanjutnya, dalam konteks operating lease terdapat empat hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan perlakuan PPh bagi lessor sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) KMK 1169/1991 jo. Angka 6.1 SE-29/1992 s.t.d.d SE-02/1993.

Pertama, seluruh pembayaran operating lease yang diterima atau diperoleh lessor merupakan objek PPh. Adapun objek PPh yang dimaksud adalah PPh Pasal 23 yang dipotong oleh lessee atas pembayaran operating lease sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2) KMK 1169/1991. Kedua, lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang disewa guna usahakan tanpa hak opsi sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP beserta peraturan pelaksanaanya.

Ketiga, lessor tidak diperkenankan membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu. Keempat, jika perusahaan sewa guna usaha semata-mata hanya bergerak di bidang operating lease (perusahaan sewa menyewa biasa) maka penghitungan PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 KMK 1169/1991 tidak berlaku.

Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected]. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.