Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN berhasil merealisasikan penerbitan sertifikat tanah melebih dari target yang ditetapkan pada tahun lalu. Relaksasi kebijakan pajak menjadi salah satu faktor pendorong kinerja positif tersebut.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kapala BPN Sofyan Djalil mengatakan relaksasi kebijakan di Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memberikan dorongan bagi masyarakat untuk mengurus sertifikat tanah. BPHTB bisa dibuat terutang untuk proses penerbitan sertifikat tanah.
Selama ini, menurut Sofyan Djalil, kebijakan wajib melunasi BPHTB menjadi batu sandungan masyarakat dalam mengurus sertifikat tanah. Dengan adanya relaksasi, BPHTB bisa dibuat terutang dalam lembar sertifikat. Namun, ketika hendak dijual untuk tujuan komersil, BPHTB wajib dilunasi terlebih dahulu.
“Kita ubah regulasi jadi lebih fleksibel. Dulu, tidak boleh dikeluarkan sertifikat sebelum pajak dibayar, tapi kenyataannya kan banyak orang punya tanah tidak punya uang, di desa-desa itu. Jadi kita bikin aturan pajak terutang, tempel di sertifikat. Kalau nanti dia jual, baru bayar pajak," katanya di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (10/1/2019).
Alhasil, target yang diemban kementeriannya berhasil dipenuhi bahkan melebihi target yang ditetapkan sebanyak 7 juta sertifikat. Kementerian ATR mencatat penerbitan 9,3 juta sertifikat tanah sepanjang 2018.
Selain menyentuh perbaikan di ranah regulasi, aspek administrasi dan kualitas pelayanan juga menjadi garapan utama. Dengan demikian, kinerja apik pada tahun lalu diharapkan dapat kembali diulang pada 2019. Target penerbitan sertifikat tanah pada tahun ini dipatok sekitar 9 juta sertifikat.
“Mudah-mudahan tercapai karena kan kita ubah aturan. Kita juga perkenalkan teknologi. Kita terbantu sekali dengan teknologi. Kita perkenalkan juru ukur swasta. Kita perbaiki apa yang perlu diperbaiki,” imbuhnya. (kaw)