Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemprov Daerah Khusus Jakarta (DKJ) memerinci kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dikecualikan dari pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (BPHTB).
Perincian kriteria tersebut diatur dalam Keputusan Gubernur Jakarta 808/2024. Sebelumnya, Pemprov mengecualikan pengenaan BPHTB bagi MBR melalui Perda 1/2024. Nah, Keputusan Gubernur Jakarta 808/2024 ini dirilis untuk memerinci kriteria MBR tersebut.
“Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 ayat (4) Perda 1/2024, perlu menetapkan keputusan gubernur tentang kriteria pengecualian objek BPHTB bagi MBR,” bunyi pertimbangan keputusan itu, dikutip pada Kamis (19/12/2024).
Kebijakan tersebut juga ditujukan untuk mendukung program-program pemerintah dalam penyediaan rumah layak huni bagi warga Jakarta yang kurang mampu. Berdasarkan Keputusan Gubernur Jakarta 808/2024, ada 4 kriteria rumah yang dikecualikan dari BPHTB bagi MBR.
Pertama, untuk kepemilikan rumah pertama. Artinya, pengecualian BPHTB diberikan atas perolehan atas rumah pertama. Rumah dalam konteks ini berarti rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal tetap baik berupa rumah tapak/umum dan satuan rumah susun.
Dengan demikian, pengecualian BPHTB ini benar-benar ditujukan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal, bukan untuk masyarakat yang memperoleh rumah kedua atau seterusnya.
Kedua, luas bangunan maksimal 36 meter persegi. Ketentuan luas bangunan ini mengacu pada Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.: 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat.
Berdasarkan keputusan menteri tersebut, salah satu kriteria rumah sederhana yang sehat adalah luasan rumah per orangnya dihitung 9 meter persegi dengan ketinggian rata-rata langit ialah 2,8 meter. Jika diasumsikan 1 keluarga terdiri dari 4 orang maka luasan minimum yang dibutuhkan ialah 36 meter persegi.
Ketiga, untuk rumah dengan nilai perolehan maksimal Rp650 juta. Artinya, rumah yang diperoleh MBR untuk mendapatkan pengecualian BPHTB tidak boleh melebihi Rp650 juta. Batasan harga ini mempertimbangkan daya beli masyarakat yang bersangkutan serta upaya pemerintah untuk menyediakan rumah terjangkau.
Keempat, rekomendasi instansi terkait. Pengecualian BPHTB ini diberikan terhadap objek rumah (baik rumah umum atau rusun) yang diperoleh melalui program pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Program pemerintah tersebut berupa kebijakan pemberian kemudahan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR. Untuk itu, pemprov mempersyaratkan adanya rekomendasi dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Jakarta.
Untuk memanfaatkan pengecualian BPHTB tersebut, MBR yang menjadi penerima manfaat harus melaporkan perolehan hak atas tanah dan bangunan mereka kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta melalui kanal pajak online yang telah disediakan. (rig)