PENERIMAAN PAJAK

Potensi Pajak dari Pilar 1 OECD Tidak Besar, Ini Kata DJP

Redaksi DDTCNews | Senin, 15 November 2021 | 15:15 WIB
Potensi Pajak dari Pilar 1 OECD Tidak Besar, Ini Kata DJP

Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama, dalam acara KTT G20: Kejelasan Arah Pajak Global untuk Indonesia, Senin (15/11/2021).

JAKARTA, DDTCNews – Kendati Pilar 1 OECD: Unified Approach belum akan menghasilkan tambahan penerimaan yang signifikan, Ditjen Pajak (DJP) meyakini konsensus pajak global dapat menjamin hak pemajakan dari negara pasar seperti Indonesia.

"Memang betul potensinya tidak sangat besar sekali, tetapi kita punya hak pemajakan di dalamnya," kata Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama, dalam acara KTT G20: Kejelasan Arah Pajak Global untuk Indonesia, Senin (15/11/2021).

Setelah dilaksanakan selama 7 tahun, lanjut Mekar, negara-negara Inclusive Framework, termasuk Indonesia, akan memiliki kesempatan untuk mengevaluasi Pilar 1 yang telah diimplementasikan. Kesempatan ini dapat dimanfaatkan untuk memperluas cakupan Pilar 1.

Baca Juga:
Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?

"Masih ada kesempatan untuk mereviu batasan scope tadi sehingga nanti tidak hanya terhadap 100 perusahaan saja, akan lebih banyak perusahaan yang memang ada hak pemajakan yang bisa kami hitung," ujarnya.

Seperti diketahui, hanya perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas EUR20 miliar dan profitabilitas di atas 10% saja yang tercakup dalam Pilar 1. Dengan ketentuan tersebut, diperkirakan sekitar 100 perusahaan multinasional saja yang tercakup.

Selanjutnya, hanya 25% dari residual profit yang berhak dipajaki oleh yurisdiksi-yurisdiksi pasar. Menurut Mekar, mendapatkan 25% dari residual profit tersebut bukanlah hal yang mudah. Meski demikian, masih ada peluang untuk mendiskusikan itu kembali.

Baca Juga:
Besok Siang, Telepon dan Live Chat Kring Pajak Dihentikan Sementara

International Monetary Fund (IMF) sebelumnya memperkirakan tambahan penerimaan pajak yang diperoleh negara-negara berkembang di Asia seperti Indonesia dari implementasi Pilar 1 cenderung minim.

Dalam laporan IMF berjudul Digitalization and Taxation in Asia, negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, dan India justru berpotensi kehilangan penerimaan sebesar 0,01% dari PDB atau hanya mendapatkan tambahan penerimaan yang tak terlalu tinggi dari Pilar 1. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 24 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?

Rabu, 24 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus

Rabu, 24 April 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Urus NTPN Hilang? Ini Beberapa Solusi yang Bisa Dilakukan Wajib Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 24 April 2024 | 18:50 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Koperasi Simpan Pinjam Modal Rp5 Miliar, Lapkeu Wajib Diaudit AP

Rabu, 24 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?

Rabu, 24 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus

Rabu, 24 April 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Urus NTPN Hilang? Ini Beberapa Solusi yang Bisa Dilakukan Wajib Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 16:50 WIB PAJAK PENGHASILAN

DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tegaskan Tak Ada Upaya ‘Ijon’ Lewat Skema TER PPh Pasal 21

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB KPP MADYA TANGERANG

Lokasi Usaha dan Administrasi Perpajakan WP Diteliti Gara-Gara Ini

Rabu, 24 April 2024 | 15:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

DJP: 13,57 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan hingga 23 April 2024