DEBAT PERPAJAKAN

Peta Jalan Cukai Rokok, Perlukah? Tulis Komentar Anda, Rebut Hadiahnya

Redaksi DDTCNews | Selasa, 23 November 2021 | 09:00 WIB
Peta Jalan Cukai Rokok, Perlukah? Tulis Komentar Anda, Rebut Hadiahnya

JAKARTA, DDTCNews – Kepastian mengenai kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok selalu dinanti menjelang akhir tahun. Biasanya, ada kenaikan tarif yang berlaku mulai awal tahun setelah akhir tahun pengumuman kebijakan.

Namun, pemerintah juga sempat memutuskan untuk tidak menaikan tarif CHT, seperti pada 2019. Selama ini, kenaikan tarif cukai rokok juga tergantung pada target penerimaan cukai yang ditetapkan dalam APBN.

Selain mengenai penentuan besaran tarif cukai rokok dan harga jual eceran (HJE), kepastian mengenai simplifikasi layer tarif CHT juga menjadi salah satu kebijakan yang terus dinantikan. Apalagi, simplifikasi struktur tarif CHT telah disusun dalam Perpres 18/2020 dan PMK 77/2020.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Usul Insentif Pajak untuk Warga yang Adopsi Hewan Liar

Hingga saat ini, pemerintah belum menerbitkan payung hukum setingkat peraturan menteri keuangan (PMK) yang berisi detail kebijakan CHT pada 2022. Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan terdapat sejumlah aspek yang masih dikaji dalam penetapan tarif cukai rokok tahun depan.

“Saat ini masih kami review di internal pemerintah,” ujarnya belum lama ini.

Askolani mengatakan pemerintah ingin memastikan kebijakan mengenai kenaikan tarif cukai rokok sejalan dengan semua kebijakan pada tahun depan. Selain itu, arah kebijakan tarif cukai rokok juga tetap memperhatikan UU APBN 2022 yang telah disepakati pemerintah bersama DPR.

Baca Juga:
Punya Reksadana dan Saham, Gimana Isi Harga Perolehan di SPT Tahunan?

Adapun target penerimaan cukai pada UU APBN 2022 mencapai Rp203,92 triliun. Angka tersebut naik 13,2% dari target tahun ini yang senilai Rp180,0 triliun. Adapun pada 2021, pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai rokok rata-rata 12,5%, lebih rendah dari tahun sebelumnya 23%.

Beberapa dimensi yang dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan tarif cukai rokok yakni kesehatan, petani, industri, tenaga kerja, dan penerimaan negara. Dalam pembahasannya, kajian mengenai kebijakan tarif cukai tersebut juga melibatkan sejumlah kementerian teknis dan lembaga.

Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) meminta pemerintah untuk tidak menaikkan tarif CHT. Ketua Umum Gappri Henry Najoan mengatakan pabrik rokok membutuhkan dukungan pemerintah agar keberlanjutan industri hasil tembakau tetap terjaga di tengah pandemi Covid-19.

Baca Juga:
Cara Dapatkan Bukti Potong Pajak Bunga Tabungan dari Bank CIMB Niaga

Henry menilai industri hasil tembakau merupakan salah satu industri yang strategis bagi Indonesia. Oleh karena itu, sambungnya, industri hasil tembakau juga layak mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah sebagaimana sektor lainnya.

“Selayaknya perlakuan pemerintah terhadap IHT (industri hasil tembakau) itu sama sebagaimana perlakuan pemerintah terhadap industri lainnya," katanya.

Gappri juga meminta kepada pemerintah untuk menyusun peta jalan (roadmap) industri hasil tembakau dengan melihat produksi dan peredaran rokok ilegal di lapangan. Dengan peta jalan, pelaku industri juga bisa mendapat kepastian berusaha.

Baca Juga:
Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Pemerintah sebenarnya sudah pernah menyatakan penyusunan peta jalan menjadi kunci kebijakan CHT dalam jangka panjang. Peta jalan bukan hanya untuk kepentingan otoritas berupa tarif, melainkan juga menyangkut aspek yang lebih luas seperti masalah kesehatan dan keberlangsungan usaha.

Selama ini, tidak adanya peta jalan kebijakan cukai telah menciptakan dinamika tersendiri setiap kali tarif cukai disesuaikan. Setiap elemen mempunyai argumentasi yang tersendiri melihat kebijakan yang dilakukan pemerintah.

Lantas, bagaimana menurut Anda? Menurut Anda, apakah diperlukan peta jalan kebijakan CHT jangka menengah? Berikan pendapat Anda dalam kolom komentar.

Baca Juga:
Data Konkret akan Daluwarsa, WP Berpotensi Di-SP2DK atau Diperiksa

Sebanyak 2 pembaca DDTCNews yang memberikan pendapat pada kolom komentar artikel ini dan telah menjawab beberapa pertanyaan dalam survei akan berkesempatan terpilih untuk mendapatkan uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000).

Debat ini hanya bisa diikuti oleh warga negara Indonesia dan tidak berlaku untuk karyawan DDTC. Pemenang dipilih berdasarkan pada pengisian survei dan kolom komentar yang konstruktif, berdasarkan fakta, dan tidak mengandung unsur SARA.

Keputusan pemenang ditentukan oleh tim DDTCNews dan bersifat mutlak serta tidak dapat diganggu gugat. Pajak hadiah ditanggung penyelenggara. Penilaian akan diberikan atas komentar dan jawaban yang masuk sampai dengan Senin, 13 Desember 2021 pukul 15.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan pada Kamis, 16 Desember 2021. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

Pilih Perlu atau Tidak Perlu lalu tuliskan komentar Anda
Perlu
Tidak Perlu
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Perlu
110
85.94%
Tidak Perlu
18
14.06%

Tedy Septian

13 Desember 2021 | 13:23 WIB
Peta jalan ini sebaiknya disusun secara bersama antara pemerintah dan asosiasi IHT sebagai perwujudan komitmen bersama pengaturan cukai rokok kedepannya agar arah kebijakan semakin jelas baik bagi aspek penerimaan dan pengendalian konsumsi produk hasil tembakau dari sisi pemerintah maupun keberlangsungan usaha dari sisi pengusaha. Pada dasarnya tujuan utama pengenaan cukai ini bersifat selektif dan diskriminatif yang berfokus pada pengontrolan konsumsi atas produk yang menghadirkan eksternalitas negatif di masyarakat seperti produk tembakau yang merugikan kesehatan bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Saya setuju dengan adanya kenaikan cukai mengingat menurut beberapa studi cara ini yang paling efektif untuk menekan konsumsi dari rokok. Menekan konsumsi rokok sangat krusial dilakukan saat ini mengingat penderita penyakit tidak menular sejak 2017 menjadi penyumbang kematian terbesar. Untuk dana yang terhimpun nantinya sebagian pendapatan akan dikembalikan ke daerah dalam bentuk DBHCHT.

Hendra Hidayat

13 Desember 2021 | 11:36 WIB
PERLU Positif: - Kesehatan Masyarakat Meningkat - Tingkat Kehidupan/Umur Masyarakat Meningkat - Mendidik sejak dini, bagi para Generasi Muda agar tidak menggunakan Rokok Negatif: - Pendapatan Pemerintah Pusat dan Daerah berkurang - Lapangan pekerjaan berkurang - Kesehatan Masyarakat Menurun Poin Negatif berdampak secara langsung pada sektor Ekonimi dan Sosial. Tapi, dari sini perlu Ketegasan Pemerintah dalam mengambil keputusan, mengenai Peta Jalan Cukai Rokok Indonesia, yang mana dari saya pribadi,Pemerintah tidak hanya diharapkan melihat keuntungan atas Ekonomi jika longgarnya hukum dan ketentuan atas IHC itu sendiri, akan tetapi melihat dari sisi positifnya apabila Peta Jalan Cukai Rokok itu PERLU diadakan. Karena banyak masyarakat Indonesia terkena penyakit berbahaya dan meninggal sia-sia akibat Mengkonsumsi Rokok secara berlebihan. “EKOMONI MASIH DAPAT DITEMUKAN MELALUI SEKTOR LAIN, AKAN TETAPI KESEHATAN MASYARAKAT TIDAK DAPAT DITEMUKAN KEMBALI" #MariBicara

Spin Rinto

13 Desember 2021 | 10:56 WIB
Tdk perlu. Peta Jalan CHT sulit diterapkan karena kontras dg Roadmap Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok bagi Kesehatan sesuai Permenkes No 40 tahun 2013.Dimana Pemerintah justru menargetkan penurunan prevalensi perokok pada 2024. Kedua roadmap ini akan memiliki target masa depan yang kontradiktif satu sama lain. Apakah mungkin roadmap CHT menjamin tarif cukai yg pro industri rokok sekaligus pro Kesehatan? Rasanya impossible. Roadmap CHT akan menimbulkan kesan pemerintah melanggar kewajibannya untuk menekan produksi, distribusi dan konsumsi rokok. Apalagi Secara historis, sebenarnya Peta Jalan Industri rokok sudah pernah dimuat dalam Permenperin No 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Peta Jalan produksi industri hasil tembakau tahun 2015-2020. Namun roadmap tersebut berujung mangkrak karena kalah dalam gugatan uji materil di Mahkamah Agung tahun 2016 sebab bertentangan dg UU Kesehatan dan UU lainnya. Roadmap CHT akan possible kalau jadikan Industri Rokok sebagai Sunset Industry.#maribicara

Nadia Fahira

13 Desember 2021 | 09:54 WIB
Menurut saya, peta jalan cukai rokok tidak perlu dibuat. Karena pemerintah dapat membuat kebijakan terkait tarif yang dikenakan terhadap CHT atau cukai rokok sejalan dengan volume atau kuantitas cukai yang dapat dihasilkan dan digunakan dalam kegiatan usaha atau industri. Penetapan kebijakan terkait tarif yang dikenakan terhadap CHT atau cukai rokok juga dapat mempertimbangkan bagaimana kondisi kesehatan lingkungan dan kesejahteraan para petani pada saat itu. Sehingga kebijakan pemerintah dapat diubah dan menjadi fleksibel dalam penetapan tarif CHT atau cukai rokok tergantung bagaimana kondisi dari segala aspek yang berpengaruh pada saat itu.

Kadek Pradnya

13 Desember 2021 | 06:34 WIB
Pembuatan Peta Jalan Cukai Rokok seharusnya tidak perlu dibuat apabila hanya digunakan sebagai dasar untuk penentuan kenaikan tarif CHT. Peta Jalan Cukai Rokok seharusnya dibuat untuk mengetahui tingkat pengendalian konsumsi tembakau di Indonesia , dan bukan semata hanya digunakan sebagai sumber penerimaan negara saja. Apabila Kesehatan masyarakat sudah terjamin maka pemerintah dapat memungut pajak pada yang sudah terjamin kesehatannya dan produktif. Hingga saat ini penentuan tarif CHT masih menimbulkan banyak permasalahan, alangkah lebih baik apabila pemerintah cenderung berfokus pada upaya peningkatan kesehatan masyarakat bukan hanya mementingkan penerimaan CHT saja. #MariBicara

Oktaviani

11 Desember 2021 | 17:54 WIB
Menurut saya, kebijakan kenaikan tarif CHT seharusnya tidak dilakukan saat situasi petani tembakau tidak sejahtera. Rencana pemerintah menaikkan CHT dinilai kurang bijaksana saat situasi petani kurang makmur apalagi di masa pandemi ini. Kenaikan tarif cukai dan HJE rokok dalam jangka menengah ataupun panjang dapat berdampak negatif terhadap keberlangsungan IHT. Kenaikan harga rokok secara langsung memicu meningkatnya peredaran rokok ilegal yg selanjutnya akan berdampak pada keberlangsungan IHT dan dapat mengancam keberlangsungan pabrikan rokok. Jika ratusan industri rokok kelas menengah bawah mati, berarti negara kehilangan pendapatan dari cukai dan pajak lainnya yg dihasilkan dari sektor IHT ini. Pemerintah diharapkan mempertimbangkan kesulitan para produsen di tengah pandemi dgn tidak menaikkan tarif CHT utk tahun depan. Belum lagi ditambah dengan pandemi yg membuat daya beli terkuras. Pemerintah dinilai perlu lebih intensif melibatkan pemangku kepentingan dalam merumuskan kebijakan

Hans Chaniago

09 Desember 2021 | 14:15 WIB
melihat dari target penerimaan cukai yang sudah lumayan,dan pemerintah akan menaikan cukai rokok, hal ini kita perlu discuss lebih dalam dengan pihak terkait untuk goalnya seperti apa. ingin di naikan namun mafia masih berkeliaran dan juga hoax hoax isu masih bermunculan dikala menaikan CHT. adabaiknya pemerintah bersama pihak terkait duduk bersama menyelaraskan masalah ini.

Intan Dayanti

09 Desember 2021 | 09:51 WIB
Kenaikan CHT memang diperlukan agar adanya keterjelasan mengenai pembatasan rokok dan juga untuk kemakmuran para petani tembakau dengan kenaikan ini bisa dipastikan juga meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi pengguna rokok di Indonesia #maribicara

Chacha

09 Desember 2021 | 09:41 WIB
Saya rasa setuju atas kenaikan cukai hasil tembakau karena saat ini dari kenaikan tersebut dapat membantu meningkatkan perekonomian negara dan juga dapat meningkatkan perekonomian petani tembakau #maribicara

Puji

09 Desember 2021 | 09:27 WIB
saya sangat setuju dengan dinaikannya cukai rokok setiap tahunnya, karena selain menyejahterakan banyak petani tembakau income untuk pendapatan negara pun akan meningkat, meminimalisir rokok ilegal di pasaran. #MariBicara
ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN