Ilustrasi.
KONAWE, DDTCNews - Melalui unit vertikalnya, Ditjen Pajak (DJP) berupaya meningkatkan pemahaman masyarakat terkait dengan kewajiban perpajakan. Salah satu caranya dengan mengundang wajib pajak untuk diberikan penyuluhan secara one on one alias tatap muka di kantor pajak.
Jurus tersebut, salah satunya, dilakukan oleh KP2KP Unaaha di Sulawesi Selatan belum lama ini yang mengundang wajib pajak orang pribadi usahawan. Kepada wajib pajak, petugas menyampaikan edukasi terkait dengan ketentuan perpajakan, termasuk adanya batas omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta bagi pelaku UMKM.
"Penyuluh pajak menjelaskan tentang PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh final atas peredaran usaha, di antaranya jangka waktu pembayaran dan pelaporannya, serta sanksi dan dendak apabila kewajibannya tidak dilakukan," tulis KP2KP Unaaha dalam siaran persnya dilansir pajak.go.id, dikutip pada Kamis (30/3/2023).
Seperti diketahui, PP 55/2022 mengatur wajib pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha dengan peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp500 juta tidak akan dikenai pajak penghasilan (PPh) final.
Secara terperinci, Pasal 60 ayat (2) PP 55/2022 menyatakan apabila wajib pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar, atas bagian dari peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta tidak dikenai pajak penghasilan.
“Atas bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500 juta tidak dikenai pajak penghasilan,” bunyi penggalan Pasal 60 ayat (2) PP 55/2022.
Lantas bagaimana jika wajib pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha peredaran bruto dalam satu tahunnya melebihi Rp500 juta?
Bagi wajib pajak orang pribadi yang peredaran bruto dalam satu tahunnya melebihi Rp500 juta, akan dikenakan PPh final dengan tarif 0,5% dan wajib melaporkan pajaknya. DDTC sempat mengulas simulasi perhitungan PPh final terutang atas omzet pelaku UMKM dalam artikel 'UMKM Diminta Lampirkan Omzet Saat Lapor SPT? Begini Cara Hitungnya'. (sap)