Ilustrasi.
BATAM, DDTCNews – Objek wisata alam di Kota Batam yang dikelola oleh swasta maupun kelompok tidak memberikan sumbangsih bagi pendapatan asli daerah (PAD).
Sekretaris Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Kota Batam Aditya Guntur Nugraha mengaku akan berfokus untuk bisa memaksimalkan potensi pendapatan pajak dari objek wisata yang selama ini masih lolos dari pajak.
“Memang tidak ada, untuk masuk wisata pantai belum ada [sumbangsih ke kas daerah],” katanya, Senin (19/8/2019).
Dia mengatakan sudah mulai mengambil beberapa langkah untuk memajaki objek wisata. Salah satu langkahnya adalah akan bertemu dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam untuk mengkaji potensi pemajakan objek wisata.
Disbudpar, sambung Adit, akan mengumpulkan data terkait dengan semua destinasi wisata pantai se-Batam untuk selanjutnya bisa dikaji. Selama ini beberapa tempat wisata sudah memiliki pungutan tapi sama sekali tidak ada yang mengalir ke kas daerah.
Destinasi wisata yang berada di bawah pengelolaan Disbudpar Batam yakni Dendang Melayu di dekat Jembatan I Barelang. Di kawasan itu, banyak dijumpai pungutan liar, mulai dari biaya parkir yang melebihi ketentuan, fasilitas yang harus bayar, hingga mahalnya harga makanan di lokasi tersebut.
Kepala Disbudpar Kota Batam Ardiwinata geram dengan pungutan ini. Pihaknya mengaku tidak akan diam dengan keadaan tersebut dan mencoba mengambil alih pengelolaan tempat wisata tersebut. Namun, terkait upaya tersebut belum ada payung hukumnya.
Kerjasama antar BP2RD dan Disbudpar Kota Batam diharapkan bisa memaksimalkan potensi pajak di Kota Batam terutama di sektor pajak hiburan atas objek wisata. Untuk tahun ini, Kota Batam menetapkan target untuk pajak hiburan senilai Rp40 miliar.
Seperti dilansir batampos.co.id, pihaknya masih akan melakukan kajian dan pendalaman untuk bisa membenahi sistem pungutan objek wisata di Batam agar bisa masuk ke kas daerah. (MG-dnl/kaw)