Gedung Kemenkeu.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPRÂ sepakat untuk kembali mewajibkan pemerintah mendapat persetujuan DPR sebelum menambah penerbitan Surat Berharga Negara dalam RUU APBN 2024.
Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan bahwa UU APBN biasanya memang menyediakan ruang bagi pemerintah untuk menambah penerbitan SBN apabila perkiraan realisasi penerimaan negara tidak sesuai dengan target. Setelah sempat dihilangkan, kini ayat yang mengatur persetujuan DPR soal penerbitan SBN ini kembali muncul di RUU APBN 2024.
"[Pasal 28] ayat 2 ada perubahan sesuaikan dengan UU APBN Tahun 2022. Ini pengembalian ke klausul lama," katanya dalam rapat bersama Banggar DPR, dikutip pada Rabu (20/9/2023).
Isa mengatakan Pasal 28 ayat (1) RUU APBN 2024 mengatur pemerintah dapat melakukan beberapa langkah dalam hal perkiraan realisasi penerimaan negara tidak sesuai dengan target, adanya perkiraan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2024, kinerja anggaran telah tercapai, dan/atau untuk menjaga keberlanjutan fiskal.
Langkah yang bisa ditempuh ini meliputi penggunaan dana SAL; penarikan pinjaman tunai; penambahan penerbitan SBN; pemanfaatan saldo kas badan layanan umum; dan/atau penyesuaian belanja negara.
Dalam pembahasan bersama Banggar DPR, kemudian ditambahkan ayat yang menyatakan penambahan penerbitan SBN dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan DPR. Klausul tersebut sempat ada pada UU APBN 2021 dan UU APBN 2022, tetapi hilang pada UU APBN 2023.
"Pemerintah dapat melakukan pembelian kembali SBN untuk pengelolaan kas dengan tetap memperhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan," kata Isa saat membacakan Pasal 28 ayat (3) RUU APBN 2024.
Banggar dan pemerintah menyepakati pendapatan negara pada 2024 senilai Rp2.802,29 triliun atau naik 0,8% dari usulan senilai Rp2.781,3 triliun. Angka ini bersumber dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan hibah.
Sementara itu, belanja negara senilai Rp3.325,1 triliun atau naik 0,6% dari usulan pemerintah senilai Rp3.304,1 triliun. Belanja negara ini terdiri atas belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah.
Dengan postur tersebut, defisit anggaran pada 2024 adalah senilai Rp522,82 triliun atau 2,29% PDB. Pembiayaan anggaran yang senilai Rp522,82 triliun ini terdiri atas pembiayaan utang Rp648,08 triliun, pembiayaan investasi negatif Rp176,21 triliun, pemberian pinjaman Rp250,65 miliar, kewajiban penjaminan negatif Rp823,98 miliar, serta pembiayaan lainnya Rp52,03 triliun.
Apabila pembiayaan utang yang senilai Rp648,08 triliun diperinci, angkanya terdiri atas SBN (neto) Rp666,44 triliun, serta pinjaman (neto) negatif Rp18,36 triliun. (sap)