BERITA PAJAK SEPEKAN

Pelayanan Ditjen Pajak saat PPKM Darurat Jadi Terpopuler

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 03 Juli 2021 | 08:00 WIB
Pelayanan Ditjen Pajak saat PPKM Darurat Jadi Terpopuler

Gedung Ditjen Pajak. (foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Sejumlah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) DJP menghentikan pelayanan tatap muka atau langsung dengan wajib pajak menjadi berita pajak terpopuler sepanjang pekan ini, 28 Juni—2 Juli 2021.

Penghentian layanan tatap muka tersebut untuk merespons rencana pemerintah yang akan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3 Juli-20 Juli 2021. Layanan nantinya akan dialihkan melalui sistem elektronik.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan tidak ada kebijakan khusus mengenai pembatasan jumlah pegawai yang bekerja di kantor. Menurutnya, DJP saat ini masih menerapkan WFO untuk 10% pegawai di daerah.

"Kalau konsepnya tidak ada yang khusus untuk pemerintahan. Untuk saat ini, DJP memiliki kebijakan untuk daerah merah bisa WFO sebesar 10% saja," katanya.

Namun, ketentuan mengenai pembatasan jumlah pegawai yang bekerja di lingkungan DJP akan tetap disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku pada setiap daerah, termasuk ketentuan satgas setempat dan arahan pimpinan.

Berita pajak terpopuler lainnya adalah adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) kepada wajib pajak yang tidak berhak.

Temuan ini masuk dalam laporan pemeriksaan kinerja atas pemberian insentif dan fasilitas perpajakan pada sama pandemi Covid-19 di Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) serta instansi terkait lainnya di Jakarta, Bekasi, dan Bandung.

"Sebanyak 376 wajib pajak dengan nilai peredaran usaha di atas Rp4,8 miliar, tetapi memanfaatkan PPh final DTP senilai Rp45,88 miliar," tulis BPK.

Kantor pelayanan pajak (KPP) yang diperiksa oleh BPK menyatakan akan melakukan penelitian lebih lanjut dan penerbitan SP2DK terhadap wajib pajak penerima insentif dengan omzet melebihi Rp4,8 miliar tersebut.

Apabila wajib pajak diketahui tidak memenuhi kriteria ambang batas (threshold) omzet senilai Rp4,8 miliar sebagaimana diatur dalam PP 23/2018 maka KPP akan menerbitkan surat pembatalan Surat Keterangan (Suket) PP 23. Berikut berita pajak terpopuler lainnya.

1. Usulkan Penerapan PPN Final, Sri Mulyani: Untuk Simplifikasi
Pemerintah mengusulkan pengenaan PPN final dalam revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) guna menciptakan kesederhanaan dan kemudahan dalam menyelenggarakan kewajiban PPN.

Berdasarkan pemaparan Menteri Keuangan Sri Mulyani, barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) tertentu bisa dikenai PPN final yang dihitung berdasarkan peredaran usaha. Nanti, tarif PPN final tersebut juga dimungkinkan untuk lebih rendah dari 5%.

Tarif PPN final yang diusulkan oleh pemerintah dalam revisi UU KUP tersebut lebih rendah dari tarif terendah dalam skema PPN multitarif. Seperti diketahui, pemerintah mengusulkan skema multitarif PPN dengan range tarif sebesar 5—25%.

2. Nomor Identitas Tunggal, NIK Nantinya Juga Digunakan Sebagai NPWP
Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) menggelar audiensi terkait dengan pertukaran atau interoperabilitas data kedua instansi.

Dalam laman resminya, DJP menyatakan interoperabilitas data sangat diperlukan DJP dan Ditjen Dukcapil untuk mewujudkan ekosistem data yang baik. Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

Otoritas pajak menyatakan peranan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) – yang menjadi kewenangan Ditjen Dukcapil – digunakan DJP dalam memvalidasi data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas wajib pajak.

“Dan sejalan dengan rencana pemerintah untuk menerapkan single identity number (SIN) atau nomor identitas tunggal, di mana NIK akan juga dipergunakan sebagai NPWP,” tulis DJP dalam laman resmi.

3. DJP Dapat Banyak Data Keuangan Lewat AEoI, Ini Kata Sri Mulyani
DJP terus memanfaatkan data yang diperoleh dari skema automatic exchange of information (AEoI). Dari skema tersebut, DJP mendapatkan data saldo rekening senilai Rp2.742 triliun (inbound) dan Rp3.574 triliun (domestik).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan data AEoI yang diterima pada 2018 tersebut tak hanya saldo rekening, tetapi juga penghasilan inbound senilai Rp683 triliun dalam bentuk dividen, bunga, penjualan, dan penghasilan lain.

Terhadap data yang tersebut, sambung Sri Mulyani, DJP melakukan proses yang sangat hati-hati. DJP melakukan penyandingan antara data saldo keuangan dengan harta setara kas Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh orang pribadi.

Hasilnya, pada saat ini, data yang telah terklarifikasi dalam SPT senilai Rp5.646 triliun dari 795.505 wajib pajak. Kemudian, data yang sedang diklarifikasi kepada wajib pajak senilai Rp670 triliun dari 131.438 wajib pajak.

4. Penjelasan Sri Mulyani Soal Program Sukarela Ungkap Harta
Kementerian Keuangan berencana meluncurkan program peningkatan kepatuhan sukarela wajib pajak sebagai kebijakan pajak yang diusulkan dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kebijakan ini diperlukan untuk memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan kewajiban pajaknya yang selama ini masih belum dipenuhi secara sukarela.

Dalam program peningkatan kepatuhan sukarela wajib pajak tersebut, pemerintah menawarkan dua opsi. Pertama, pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program tax amnesty.

Kedua, wajib pajak juga diberi kesempatan untuk membayar PPh berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi pada tahun pajak 2019.

5. Ini Rencana Perubahan Kebijakan PPh dalam Revisi UU KUP
Ada lima aspek perubahan terkait dengan Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) yang diusulkan masuk dalam revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan lima aspek perubahan UU PPh tersebut akan melengkapi berbagai langkah reformasi pajak yang sudah dilakukan. Pertama, pengaturan kembali fringe benefit. Kedua, perubahan tarif dan bracket PPh orang pribadi.

Ketiga, instrumen pencegahan penghindaran pajak. Keempat, penerapan Alternative Minimum Tax. Kelima, penyesuaian insentif wajib pajak usaha kecil dan menengah (UKM) dengan omzet sampai dengan Rp50 miliar (Pasal 31E UU PPh). (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara