Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pegawai outsource dapat dikategorikan sebagai pegawai tetap dalam konteks penghitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. Hal ini lantaran pengertian pegawai dalam konteks PPh sedikit berbeda dengan yang diatur dalam Undang-Undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).
Adapun pegawai outsource bisa dikategorikan sebagai pegawai tetap sepanjang memenuhi pengertian pegawai tetap dalam ketentuan PPh. Pengertian pegawai tetap pada konteks PPh di antaranya tercantum dalam Pasal 1 angka 10 PMK 168/2023. Merujuk pasal tersebut, pengertian pegawai tetap adalah sebagai berikut.
"Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut," bunyi Pasal 1 angka 10 PMK 168/2023, dikutip pada Senin (15/1/2024).
Berdasarkan pengertian tersebut, kategori pegawai tetap dalam konteks PPh dilihat berdasarkan pada 3 karakteristik. Pertama, pegawai tersebut memperoleh penghasilan secara teratur, tidak dipengaruhi oleh jumlah hari bekerja atau penyelesaian pekerjaan.
Kedua, pegawai tersebut bekerja secara penuh dalam pekerjaan tersebut. Ketiga, pegawai tersebut bekerja berdasarkan kontrak/kesepakatan/perjanjian tertulis/tidak tertulis/menduduki jabatan tertentu.
Dengan demikian, apabila pegawai outsource memenuhi ketiga kategori tersebut maka dapat dikategorikan sebagai pegawai tetap secara pajak. Hal ini berarti penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima pegawai outsource tersebut menggunakan skema pegawai tetap. Simak 'Apa Itu Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap dalam PPh Pasal 21?'
Sebagai informasi, ketentuan PPh membagi pegawai menjadi 2 kategori, yaitu pegawai tetap dan pegawai tidak tetap. Merujuk PMK 168/2023, pegawai tidak tetap didefinisikan sebagai berikut.
"Pegawai, termasuk tenaga kerja lepas, yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan, atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja," bunyi Pasal 1 angka 11 PMK 168/2023.
Sementara itu, UU Ketenagakerjaan menggunakan istilah pekerja, alih-alih pegawai. Adapun dalam UU Ketenagakerjaan, penggolongan pekerja mengacu pada perjanjian kerja. Ada 2 status pekerja, yaitu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).
Merujuk UU Ketenagakerjaan, PKWT merupakan perjanjian kerja yang hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Adapun PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
PKWT juga dapat diperpanjang atau diperbarui. Secara ringkas, umumnya, PKWT merupakan perjanjian kerja yang mengikat karyawan kontrak dan pekerja lepas, sedangkan PKWTT merupakan perjanjian kerja yang mengikat karyawan tetap. (sap)