Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mengimbau wajib pajak peserta tax amnesty untuk mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) jika masih mempunyai harta yang belum dilaporkan.
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty tersebut dapat mengikuti skema kebijakan I PPS. Program ini dapat dimanfaatkan untuk menghindari sanksi yang lebih besar.
“Untuk peserta tax amnesty yang dulu masih ketinggalan harta-hartanya [masih ada yang belum dilaporkan] entah karena ragu atau masih menginventarisasi, kesempatan ini [PPS] harus dimanfaatkan sebaik-baiknya,” ujar Hestu, dikutip pada Rabu (1/6/2022).
Hestu melihat masih banyak wajib pajak peserta tax amnesty yang seharusnya memanfaatkan PPS. Terlebih, peserta tax amnesty pada 2016-2017 tercatat lebih dari 900.000. Adapun kesempatan untuk mengikuti PPS hanya tersisa 30 hari karena berakhir pada 30 Juni 2022.
Hestu mengatakan jika setelah PPS berakhir ditemukan data yang belum dilaporkan saat tax amnesty, akan ada pengenaan pajak penghasilan (PPh) 30% untuk orang pribadi dan 25% untuk badan. Selain itu, ada sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak.
Sesuai dengan pasal tersebut, atas penghasilan yang belum atau diungkapkan dalam surat pernyataan pengampunan pajak dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.
“Akan dikenai PPh 30% [untuk] orang pribadi, [untuk] badan [sebesar] 25%, dan sanksinya 200% dari pajak terutang. Jadi, 90% dari nilai harta itu akan untuk negara, ditagih oleh DJP,” imbuhnya. Simak pula 'Pemerintah Rencanakan Pengawasan Wajib Pajak untuk Tindak Lanjut PPS'.
Hestu mengatakan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) disampaikan secara elektronik. Berkaca dari penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan melalui e-filing, wajib pajak perlu mewaspadai penumpukan di akhir periode.
DJP, sambungnya, akan terus memitigasi dari sisi sistem agar tetap lancar saat diakses para wajib pajak. Namun demikian, jika pengakses situs web terlalu banyak, risiko gangguan tetap tidak ada. Kondisi inilah yang perlu diwaspadai wajib pajak.
“Sebaiknya tidak menunggu [pada akhir periode] karena ketika nanti benar-benar di 30 Juni, sistem kami sudah diperkuat tapi tetep bisa bermasalah. Nah, inilah [akhirnya] kesempatan [PPS] yang seharusnya dimanfaatkan bisa terlewatkan,” imbuh Hestu. (kaw)