Partner Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji dengan paparannya. (tangkapan layar)
BANDUNG, DDTCNews – Sektor ekonomi digital domestik tidak butuh kebijakan pajak baru. Namun, butuh terobosan administrasi untuk mengompensasi praktik ekonomi yang berbeda ini.
Partner Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan bahwa hakikatnya ekonomi digital adalah ekonomi konvensional yang bertransformasi menjadi digital. Untuk itu, tidak perlu ada kebijakan khusus.Â
"Membedakan kebijakan pajak untuk ekonomi digital dan ekonomi konvensional hanya akan menimbulkan diskriminasi. Keduanya harus diperlakukan sama untuk menciptakan level playing field. Hal yang diperlukan adalah dengan menggunakan terobosan administrasi baru," ujarnya dalam webinar Tax for Digital Transaction yang digelar Universitas Kristen Maranatha, Selasa (21/9/2021).
Bawono menambahkan ada beberapa resep yang diperlukan untuk melakukan terobosan administrasi ekonomi digital.
Pertama, pendekatan via engagement atau edukasi. Pemerintah dapat merangkul digital platform untuk bekerja sama dalam memberikan edukasi kepada mitranya.Â
Kedua, terobosan dengan identifikasi dan profiling. Digital platform memiliki seluruh informasi penggunanya. Artinya, penting bagi otoritas menjalin kerja sama dengan digital platform agar otoritas pajak dapat mengakses data.
Ketiga, via skema potong pungut (potput) dan rezim simplifikasi. Pemerintah dapat menunjuk digital platform yang memenuhi kriteria tertentu sebagai pemotong dan pemungut.
Saat ini potensi ekonomi digital Indonesia sangat besar. Bahkan dalam pidatonya di Indonesia Digital Economy Summit 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara dengan pertumbuhan juga tercepat.
Menurut Bawono, ukuran pasar yang besar ditambah dengan adanya pandemi Covid-19, seharusnya membuat pemerintah melihat sektor digital sebagai sebuah peluang.Â
"Kebijakan pemerintah sejauh ini lebih banyak memberikan ekosistem yang baik bagi perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Contohnya pemberian tax holiday kepada 18 sektor industri pionir, salah satunya yang bergerak di ekonomi digital,"Â kata Bawono.
Bawono melanjutkan berbagai digital platform di Indonesia bekerja dengan model bisnis yang berbeda-beda. Untuk itu penting memahami bagaimana model bisnis digital platform yang ada. Hal ini guna menentukan bagaimana perlakuan administrasi yang tepat untuk masing-masing digital platform.
Saat ini aturan pajak digital yang baru ada di Indonesia dimuat dalam PMK 48/2020 mengenai pengenaan PPN perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Selain itu, konsensus pajak global masih akan menunggu kesepakatan OECD pada Oktober mendatang. (sap)