Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menegaskan kembali ketentuan omzet tidak kena pajak hanya berlaku untuk wajib pajak orang pribadi UMKM. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (21/6/2022).
Jika masih menggunakan rezim PPh final sesuai dengan PP 23/2018, wajib pajak badan UMKM tetap terutang pajak meskipun omzet masih belum melampaui Rp500 juta per tahun. Hal ini dikarenakan ketentuan omzet tidak kena pajak dalam UU HPP tidak berlaku untuk wajib pajak badan UMKM.
"Wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu tidak dikenai PPh atas omzet sampai dengan Rp500 juta dalam 1 tahun pajak. [Wajib pajak] badan UMKM meskipun belum melampaui omzet Rp500 juta tetap terutang PPh final 0,5%,” demikian penjelasan Kring Pajak.
Selain mengenai kebijakan PPh untuk UMKM, ada pula bahasan terkait dengan rencana transaksi private placement surat utang negara (SUN) untuk penempatan dana atas Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Pemotong pajak tetap wajib memotong PPh final 0,5% saat bertransaksi dengan wajib pajak orang pribadi UMKM yang telah menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23/2018. Pasalnya, mekanisme pemotongan PPh final PP 23/2018 terhadap wajib pajak orang pribadi UMKM yang bertransaksi dengan pemotong pajak masih menggunakan ketentuan dalam PMK 99/2018.
Sepanjang WP OP UMKM tersebut menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23/2018 kepada pemotong pajak dan telah terkonfirmasi valid, atas setiap transaksi penyerahan jasa objek Potput PPh dilakukan pemotongan PPh sebesar 0,5%.
“Dilakukan pemotongan PPh oleh pemotong pajak berdasarkan PP 23/2018 sebesar 0,5% , tidak melihat omzet WPOP UMKM tersebut sudah ataupun belum mencapai Rp500 juta,” respons contact center DJP, Kring Pajak, atas pertanyaan warganet di Twitter. (DDTCNews)
Kring Pajak menjelaskan wajib pajak badan yang baru terdaftar – salah satunya berbentuk CV – otomatis menggunakan tarif 0,5% PP 23/2018, kecuali wajib pajak tersebut memilih dan memberitahukan ke KPP terdaftar untuk dikenai PPh berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh.
Jika sudah memilih tarif umum PPh tetapi salah setor menggunakan ketentuan PPh final PP 23/2018, wajib pajak mempunyai 2 alternatif langkah. Pertama, mengajukan permohonan pemindahbukuan (Pbk) sesuai dengan PMK 242/2014. Kedua, meminta pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan PMK 187/2015.
“Namun, terkait permohonan Pbk tersebut, silakan Saudara konfirmasikan terlebih dahulu ke KPP terdaftar (KPP tempat pembayaran tersebut diadministrasikan) mengenai bisa atau tidaknya,” ujar Kring Pajak merespons pertanyaan warganet. (DDTCNews)
Mulai tahun ini, seluruh wajib pajak badan yang memanfaatkan PPh final UMKM sejak 2018 atau sebelumnya sudah harus menggunakan ketentuan umum atau normal.
Sesuai dengan ketentuan dalam PP 23/2018, penggunaan skema PPh final dibatasi selama 3 tahun pajak untuk wajib pajak badan perseroan terbatas (PT). Batas waktu 4 tahun pajak berlaku untuk wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), atau firma.
PT yang sudah menggunakan PPh final UMKM sejak 2018 atau sebelumnya wajib akan dikenai rezim pajak normal mulai tahun pajak 2021. Sementara untuk koperasi, CV, atau firma berlaku mulai tahun ini. Adapun batas waktu untuk wajib pajak orang pribadi adalah 7 tahun. (DDTCNews)
Pemerintah akan kembali melakukan transaksi private placement SUN dalam rangka penempatan dana atas PPS pada pekan ini. Ditjen Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu menyebut transaksi penerbitan SUN akan dilakukan pada 24 Juni 2022.
Pemerintah akan menawarkan 2 seri SUN yang sama dengan sebelumnya, yakni FR0094 dan USDFR003. Seri FR0094 berdenominasi rupiah dengan tenor 6 tahun atau hingga 15 Januari 2028. Jenis kuponnya fixed rate dengan kisaran yield 6,45%-5,95%, lebih tinggi dari transaksi sebelumnya yang sebesar 6,0%.
Seri USDFR003 berdenominasi dolar AS dengan tenor 10 tahun atau akan jatuh tempo pada 15 Januari 2032. Jenis kuponnya fixed rate dengan kisaran yield 4,6%-5,0%, lebih tinggi dari transaksi sebelumnya yang sebesar 3,65%. (DDTCNews/Kontan)
Kementerian Keuangan menetapkan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sampai dengan 0% atas bea lelang penjual dan bea lelang pembeli melalui PMK 95/2022.
Kemenkeu menjelaskan PMK 95/2022 merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mendorong penjualan barang dengan cara lelang dan mendukung penyelenggaraan kegiatan pemerintahan terkait penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan tindak pidana.
“Untuk itu, perlu ada dorongan terhadap pengembangan lelang sebagai instrumen jual beli…dengan pengenaan tarif sampai dengan 0% atas jenis PNBP berupa bea lelang,” demikian bunyi pertimbangan PMK 95/2022. (DDTCNews)
Contact center DJP, Kring Pajak, mengatakan ETAX-API-10041 biasanya muncul karena wajib pajak meng-upload faktur pajak melebihi tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan. Ketentuan batas waktu upload itu sudah menjadi amanat Pasal 18 ayat (1) PER-03/PJ/2022.
Terkait dengan notifikasi ETAX-API-10041 tersebut, DJP memberi solusi kepada wajib pajak untuk membuat kembali faktur pajak yang baru atas transaksi tersebut. Jika faktur pajak April yang di-reject, wajib pajak dapat membuatnya pada masa Mei.
“Dengan konsekuensi dianggap terlambat membuat faktur pajak (Pasal 14 UU KUP),” imbuh Kring Pajak. Simak ‘Ini Ketentuan yang Berlaku Jika Faktur Pajak Terlambat Dibuat’. (DDTCNews) (kaw)