Pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pulau wisata Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Kamis (10/8/2023). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah Indonesia mendorong negara-negara Asean untuk menyiapkan insentif pajak sebagai salah satu daya tarik investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT).Â
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebutkan kebutuhan investasi dalam transisi energi sangat besar. Karenanya, dia melanjutkan, dibutuhkan sinergi dan kolaborasi negara-negara Asean untuk mewujudkan ketahanan energi yang ramah lingkungan.Â
"Kebutuhan dana agar bauran EBT di Asean mencapai 100% pada 2050 adalah senilai US$29,4 triliun," kata Arifin dalam Asean Chairmanship 2023 Side Event, dikutip pada Sabtu (2/9/2023).Â
Nilai investasi sebesar itu diperlukan untuk pembangunan pembangkit listrik EBT, penyediaan jaringan transmisi listrik, biofuel, dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik.Â
Airifin mengungkapkan beberapa skenario pendanaan yang bisa diterapkan oleh negara-negara Asean untuk mewujudkan bauran EBT, misalnya blended finance.
"Bentuknya bisa bermacam-macam, seperti hibah, pinjaman lunak dengan persyaratan yang menguntungkan, dan investasi bersama," kata Arifin.
Kemudian, melalui public-private partnerships yaitu kolaborasi antara pemerintah swasta. Skenario lainnya adalah memanfaatkan international funding seperti dana-dana perubahan iklim yang bisa digunakan untuk pengembangan potensi sumber daya energi bersih.
Lebih lanjut, Arifin menjelaskan Asean harus menjadi wilayah yang kondusif bagi para investor untuk berinvestasi melalui dukungan dalam kebijakan fiskal, seperti insentif pajak untuk mendorong investasi dalam energi terbarukan proyek energi dan teknologi hemat energi.
Negara Asean juga dinilai harus memiliki kerangka kebijakan yang jelas termasuk dalam penyusunan regulasi energi jangka panjang.
"Transparansi prosedur investasi seperti termasuk dalam proses perizinan melalui sistem online dapat meningkatkan minat investor," ungkap Arifin.
Kendati begitu, Arifin menambahkan, transisi energi tetap membutuhkan energi fosil sebagai bahan bakar. Untuk itu penerapan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) menjadi kunci penting.Â
"Teknologi CCUS sangat penting untuk mitigasi emisi karbon dari industri yang menantang untuk didekarbonisasi termasuk industri minyak dan gas," ujar Arifin.
Indonesia termasuk negara yang memiliki kapasitas CO2 storage yang besar. Sejauh ini tercatat kapasitasnya mencapai 12 miliar ton. Pemerintah mencatat saat ini terdapat 15 proyek CCS/CCUS yang sedang digarap atau sudah masuk tahap studi.
Arifin pun mendorong agar dibentuk juga aturan main CCS/CCUS lintas negara.
Dia pun meminta keaktifan para anggota Asean untuk lebih mengembangkan teknologi CCUS, melalui peningkatan investasi dalam penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan efisiensi dan keterjangkauan teknologi CCUS. (sap)