PEMERIKSAAN PAJAK (1)

Memahami Definisi dan Tujuan Pemeriksaan Pajak

Awwaliatul Mukarromah
Kamis, 18 Februari 2021 | 16.14 WIB
Memahami Definisi dan Tujuan Pemeriksaan Pajak

SISTEM self-assessment dalam perpajakan Indonesia menuntut wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya secara mandiri. Konsekuensinya, DJP berwenang melakukan pemeriksaan untuk mengawasi kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan.

Lantas, seperti apa definisi pemeriksaan pajak sesuai dengan ketentuan pajak di Indonesia? Selanjutnya, apa yang menjadi tujuan dilakukannya pemeriksaan pajak? Artikel ini akan mengulas jawaban atas pertanyaan tersebut.

Definisi Pemeriksaan
KETENTUAN tentang pemeriksaan tercantum dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU KUP).

Mengacu pada Pasal 1 angka 25 UU KUP, yang dimaksud dengan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam Pasal 31 ayat (1) UU KUP disebutkan tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan. Oleh karena itu, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 184/PMK.03/2015 (PMK 184/2015).

Selain itu, dengan adanya aturan pelaksana UU Cipta Kerja, PMK 184/2015 direvisi dengan Pasal 105 Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undangan No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (PMK 18/2021).

Tujuan Pemeriksaan
SESUAI dengan definisi pemeriksaan di atas, tujuan dilakukannya pemeriksaan adalah untuk pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Adapun pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan diatur dalam Pasal 4 ayat (1) PMK 18/2021. Pemeriksaan dilakukan jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. wajib pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP;
  2. terdapat data konkret yang menyebabkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
  3. wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1;
  4. wajib pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
  5. wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi;
  6. wajib pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
  7. wajib pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
  8. wajib pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko; 
  9. wajib pajak menyampaikan SPT yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko; atau
  10. Pengusaha kena pajak tidak melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP dan telah dberikan pengembalian pajak masukan atau telah mengkreditkan pajak masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6e) UU PPN.

Sementara pemeriksaan tujuan lain untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diatur dalam Pasal 70 PMK 184/2015. Pemeriksaan dilakukan dengan kriteria antara lain sebagai berikut.

Pertama, pemberian nomor pokok wajib pajak (NPWP) secara jabatan. Kedua, penghapusan NPWP. Ketiga, pengukuhan PKP secara jabatan. Keempat, pencabutan pengukuhan PKP. Kelima, wajib pajak mengajukan keberatan. Keenam, pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto. Ketujuh, pencocokan data dan/atau alat keterangan.

Kedelapan, penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil. Kesembilan, penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN. Kesepuluh, pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak. Kesebelas, penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan. Terakhir, memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). (kaw)

 

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.