Ilustrasi.
RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak pertambahan nilai (PPN) atas penjualan sepatu yang tidak dilaporkan.
Otoritas pajak menilai bahwa wajib pajak belum melaporkan penjualan sepatu secara keseluruhan kepada otoritas pajak. Dengan kata lain, terdapat PPN yang kurang dibayar sehingga menyebabkan adanya koreksi DPP PPN.
Sebaliknya, wajib pajak berpendapat bahwa pihaknya sudah melaporkan seluruh penjualan sepatu dengan benar dalam SPT masa PPN untuk Mei 2010. Dalam hal ini, wajib pajak juga telah membayar PPN terutang dengan benar. Dengan begitu, koreksi yang dilakukan wajib pajak tidak dapat dibenarkan.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan.id.
Wajib pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa koreksi DPP PPN yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor 55354/PP/M.VA/17/2014 pada 19 September 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 7 Januari 2015.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi DPP PPN untuk Masa Pajak Mei 2010 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pemohon PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Berdasarkan penelitian pada Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP), diketahui bahwa Termohon PK bergerak dalam industri sepatu dengan KLU 15201, yaitu industri alas kaki untuk keperluan sehari-hari.
Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi peredaran usaha sebesar Rp4.084.533.770 dengan didasarkan pada hasil pemeriksaan. Dalam pemeriksaan tersebut, Pemohon PK melakukan ekualisasi antara Rekapitulasi Penjualan 2010 dan dibandingkan dengan SPT Tahunan PPh Badan. Dari ekualisasi yang dimaksud, diketahui adanya penjualan sepatu yang seharusnya terutang PPN, tetapi belum dilaporkan.
Pendapat Pemohon PK tersebut diperkuat dengan adanya perbedaan data barang yang keluar sebagaimana tercantum dalam surat perintah kerja (SPK) dengan surat jalan barang keluar. Dalam SPK, tercantum bahwa terdapat 19.196 pasang barang yang keluar, sedangkan dalam surat jalan barang diketahui ada 113.134 pasang barang yang keluar.
Sayangnya, Termohon PK juga tidak dapat membuktikan bahwa selisih tersebut bukan merupakan penjualan. Dalam proses keberatan, Pemohon PK juga telah meminta data dan dokumen berkaitan dengan sengketa ini. Namun demikian, Termohon PK tidak dapat memberikan data-data yang mendukung pendapatnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi peredaran usaha sebesar Rp4.084.533.770 tidak sesuai dengan fakta dan bukti-bukti yang ada. Adapun koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah tepat dan dapat dibenarkan.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan keberatan atas pendapat dari Pemohon PK. Dalam hal ini, Pemohon PK menilai bahwa dokumen surat jalan dan SPK merupakan pekerjaan maklon lokal, bukan merupakan penjualan bagi Termohon PK.
Berkaitan dengan penjualan sepatu yang dilakukan, Termohon PK sudah melaporkannya secara keseluruhan. Oleh karenanya, Termohon PK menilai bahwa koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan dan harus dibatalkan.
Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, alasan-alasan permohonan PK berkaitan dengan koreksi positif DPP PPN masa pajak Agustus 2010 sebesar Rp509.853.677 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil oleh para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara ini, Mahkamah Agung telah melakukan analisis lebih lanjut mengenai transaksi yang dilakukan Termohon PK. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan ditolaknya permohonan PK, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Oleh karenanya, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (sap)