KAWASAN Ekonomi Khusus (KEK) menjadi instrumen yang semakin populer untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pembuat kebijakan di negara berkembang menerapkan berbagai bentuk KEK untuk mengatalisasi pertumbuhan, termasuk menarik foreign direct investment (World Bank, 2017)
Indonesia termasuk dalam negara yang berupaya menggerakkan perekonomian melalui pengembangan KEK. Kawasan ini dibentuk guna meningkatkan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan ekonomi dan geostrategis.
KEK diharapkan memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. KEK juga digadang mampu menjadi model terobosan pengembangan kawasan sekaligus meningkatkan lapangan pekerjaan. Lantas, sebenarnya apa itu KEK?
Definisi Universal
DALAM lanskap internasional KEK disebut dengan Special Economic Zones (SEZs). SEZs adalah zona yang dirancang untuk menarik perusahaan ke area tertentu, khususnya area yang kurang beruntung secara ekonomi, dengan menawarkan insentif, seperti perlakuan pajak khusus.
Manfaat SEZs antara lain hibah, bantuan memenuhi pinjaman dengan syarat menguntungkan dan perlakuan pajak yang menguntungkan (IBFD, 2015). SEZs telah berkembang menjadi berbagai bentuk dan sering disebut dengan nama yang berbeda di berbagai negara (World Bank, 2017).
Namun, secara umum SEZs didefinisikan sebagai wilayah yang ditentukan secara geografis dari suatu negara dengan batas-batas yang jelas dan dimaksudkan untuk kegiatan ekonomi yang ditargetkan secara khusus (Ge, 1999; Hamada, 1974).
Istilah SEZs tergolong baru dan berkaitan dengan World Investment Report 2019. Dalam laporan itu, SEZs didefinisikan “wilayah yang dibatasi secara geografis di mana pemerintah memfasilitasi kegiatan industri melalui pengaturan, insentif fiskal dan dukungan infrastruktur” (UNCTAD, 2019).
Sebelum World Investment Report 2019 diterbitkan, sebagian besar karya akademisi dan publikasi lebih umum menggunakan istilah ‘free trade zone (FTZ)/free zones’ dan ‘export processing zones/EPZ’. Kendati demikian, beberapa publikasi sudah mulai menggunakan istilah SEZs.
Perubahan terminologi tersebut bukan hanya substitusi dari istilah yang serupa. Namun, perubahan tersebut mencerminkan diperlukannya klasifikasi dalam menghadapi istilah yang berbeda dan semakin luas karena menggambarkan fenomena yang semakin kompleks (UNCTAD, 2019).
Intinya SEZs merupakan kawasan lebih besar dan dapat dianggap sebagai kota sendiri. SEZs mencakup semua sektor industri dan jasa serta menargetkan pasar luar negeri dan domestik.
Kawasan ini memberikan berbagai insentif mulai dari insentif pajak hingga insentif regulasi. SEZs juga mengizinkan tempat tinggal di tempat (OECD, 2009).
Selain itu, SEZs menyediakan infrastruktur dan layanan untuk perusahaan penyewa. Kegiatan bisnis di SEZs juga didukung dengan seperangkat instrumen kebijakan yang seringkali berbeda dari yang berlaku di negara lain (Ge, 1999; Hamada, 1974).
SEZs secara umum menekankan 4 karakter penting, yaitu menempati wilayah yang dibatasi secara geografis, terdiri atas banyak perusahaan, memiliki fasilitas atau administrasi pengelolaan kawasan, dan ada lahan khusus untuk tujuan SEZs dan peraturan rezim SEZs (World Bank, 2017).
Definisi dalam Regulasi Domestik
KEK di Indonesia mulai diatur sejak 2009 dan merupakan pengembangan dari berbagai jenis kawasan ekonomi yang ada pada periode sebelumnya. Sebelumnya pada 1970, mulai dikenal adanya pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Selanjutnya, pada 1972 muncul pengembangan Kawasan Berikat. Berlanjut pada 1989 muncul Kawasan Industri, lalu pada 1996 dikembangkan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), dan terakhir sejak 2009 dimulai pengembangan KEK (indonesiabaik.id).
Merujuk pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.39/2009, KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Bagian umum penjelasan UU No.39/2009 menyatakan fungsi KEK adalah untuk melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lain.
Sesuai dengan hal tersebut, KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, antara lain zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri.
Zona, sesuai dengan Pasal 1 angka 2, adalah area di dalam KEK dengan batas tertentu yang pemanfaatannya sesuai dengan peruntukannya. Adapun berdasarkan Pasal 3, di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja.
Selain itu, di dalam setiap KEK juga disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi, baik sebagai pelaku usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK.
Berdasarkan Pasal 2 PP No.12/2020, badan/pelaku usaha yang melakukan kegiatan di KEK mendapat fasilitas berupa perpajakan, kepabeanan, dan cukai; lalu lintas barang; ketenagakerjaan; keimigrasian; pertanahan dan tata ruang; perizinan berusaha; dan/atau fasilitas dan kemudahan lainnya.
Simpulan
PADA intinya KEK adalah kawasan dengan batasan tertentu yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis serta diberikan fasilitas dan insentif khusus sebagai daya tarik investasi.
Untuk mencari istilah perpajakan lain dengan lebih mudah, Anda dapat mengunjungi kanal Glosarium Perpajakan pada laman Perpajakan DDTC. Melalui kanal tersebut anda dapat mencari istilah perpajakan yang telah disusun secara alfabetis.
Setiap istilah dalam kanal tersebut telah disertai dengan definisi dan/atau pengertian serta dilengkapi dengan tautan yang berisi penjabaran atau pendalaman. Tautan yang diberikan akan mengarah pada laman DDTCNews yang sangat relevan dengan istilah dalam Glosarium Perpajakan. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.