BEA Meterai adalah pajak atas dokumen. Dokumen yang dikenakan bea meterai meliputi: (i) dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan (ii) dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Pembayaran bea meterai yang terutang atas suatu dokumen dilakukan dengan menggunakan meterai. Meterai tersebut bisa berupa meterai tempel, meterai elektronik, atau meterai dalam bentuk lain. Simak Apa Beda Meterai Tempel, Elektronik, dan Dalam Bentuk Lain?
Ketentuan mengenai bea meterai pun telah diuraikan dalam UU 10/2020 tentang Bea Meterai (UU Bea Meterai). Undang-undang yang berlaku mulai 1 Januari 2021 tersebut menggantikan undang-undang sebelumnya, yaitu UU 13/1985 tentang Bea Meterai.
Salah satu substansi baru yang diatur dalam UU Bea Meterai teranyar adalah konsep pemungut bea meterai untuk dokumen tertentu. Lantas, apa itu pemungut bea meterai?
Ketentuan mengenai pemungut bea meterai diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 11 UU Bea Meterai. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU Bea Meterai, pemungutan bea meterai atas dokumen tertentu dapat dilakukan oleh pemungut bea meterai.
Merujuk Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 ayat (5) UU Bea Meterai, ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan pemungut bea meterai beserta tata cara pemungutan, penyetoran, serta pelaporannya diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK).
Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Keuangan pun telah menerbitkan PMK 151/2021 tentang Penetapan Pemungut Bea Meterai Dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Bea Meterai.
Mengacu pada Pasal 1 angka 11 PMK 151/2021, pemungut bea meterai adalah pihak yang wajib memungut bea meterai yang terutang atas dokumen tertentu dari pihak yang terutang, menyetorkan bea meterai ke kas negara, dan melaporkan pemungutan dan penyetoran bea meterai ke DJP.
Dokumen tertentu yang dimaksud terdiri atas 4 jenis dokumen. Pertama, surat berharga berupa cek dan bilyet giro. Kedua, dokumen transaksi surat berharga termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Ketiga, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya. Keempat, dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5 juta yang: menyebutkan penerimaan uang atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.
Wajib pajak yang ditetapkan sebagai pemungut bea meterai adalah yang memenuhi kriteria: (i) memfasilitasi penerbitan dokumen tertentu; dan/atau (ii) menerbitkan dan/atau memfasilitasi penerbitan dokumen tertentu dengan jumlah lebih dari 1.000 dokumen dalam 1 bulan.
Pemungut bea meterai tersebut ditetapkan oleh direktur jenderal (dirjen) pajak atau pejabat yang ditunjuk. Penetapan pemungut bea meterai itu dilakukan dengan menerbitkan surat penetapan sebagai pemungut bea meterai.
Wajib pajak yang memenuhi kriteria, tetapi belum ditetapkan sebagai pemungut dapat menyampaikan surat pemberitahuan untuk ditetapkan sebagai pemungut bea meterai. Surat pemberitahuan itu dapat disampaikan melalui email, aplikasi, atau sistem, yang disediakan DJP.
Surat pemberitahuan dapat menjadi pertimbangan bagi dirjen pajak atau pejabat yang ditunjuk untuk menetapkan wajib pajak sebagai pemungut bea meterai. Contoh format surat pemberitahuan itu tercantum dalam Lampiran I PMK 151/2021.
Wajib pajak yang telah ditetapkan sebagai pemungut bea meterai memiliki 3 kewajiban. Pertama, memungut bea meterai yang terutang atas dokumen tertentu dari pihak yang terutang. Kedua, menyetorkan bea meterai ke kas negara. Ketiga, melaporkan pemungutan dan penyetoran bea meterai ke kantor DJP.
Pemungutan bea meterai dapat dilakukan dengan di antara 2 cara, yaitu membubuhkan meterai percetakan atau membubuhkan meterai elektronik. Perincian ketentuan mengenai pemungut bea meterai dapat disimak dalam UU Bea Meterai dan PMK 151/2021. (rig)