ASISTENSI penagihan pajak global menjadi salah satu pengaturan baru dalam Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pascaterbitnya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pengaturan tersebut dimuat dalam Pasal 20A UU KUP s.t.d.t.d UU HPP.
Salah satu istilah yang masuk dalam pasal tersebut adalah klaim pajak. Sesuai dengan ketentuan Pasal 20A ayat (6) KUP s.t.d.t.d UU HPP, bantuan penagihan pajak dapat dilakukan setelah diterima klaim pajak dari negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Adapun klaim pajak paling sedikit memuat 2 hal. Pertama, nilai klaim pajak yang dimintakan bantuan penagihan. Kedua, identitas penanggung pajak atas klaim pajak. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan klaim pajak, nilai klaim pajak, dan penanggung pajak atas klaim pajak?
Definisi dan ketentuan mengenai ketiga istilah tersebut sudah masuk dalam Pasal 20A UU KUP s.t.d.t.d UU HPP serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 61/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar.
Mengutip ketentuan UU KUP dan PMK 61/2023, klaim pajak adalah instrumen legal dari negara mitra atau yurisdiksi mitra sehubungan dengan permintaan bantuan penagihan pajak.
Klaim pajak merupakan dasar penagihan pajak. Adapun penagihan pajak tersebut akan dilakukan dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku mutatis mutandis dengan ketentuan penagihan pajak di negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Berdasarkan pada Penjelasan Pasal 20A ayat (7) UU KUP, klaim pajak yang dimintakan bantuan penagihan pajak oleh negara mitra atau yurisdiksi mitra tidak dalam sengketa (sudah inkrah) di negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Masih berdasarkan pada ketentuan UU KUP dan PMK 61/2023, nilai klaim pajak adalah nilai uang yang dimintakan bantuan penagihan pajak oleh negara mitra atau yurisdiksi mitra yang memuat antara lain nilai pokok pajak yang masih harus dibayar, sanksi administrasi, dan biaya penagihan yang dikenakan oleh negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Sesuai dengan Pasal 84 PMK 61/2023, kedudukan nilai klaim pajak yang tercantum dalam klaim pajak dipersamakan dengan utang pajak. Atas nilai klaim pajak tersebut dilakukan tindakan penagihan pajak sesuai prinsip resiprokal.
Adapun serangkaian tindakan penagihan pajak yang dimaksud terdiri atas penerbitan Surat Teguran, penerbitan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, penerbitan dan pemberitahuan Surat Paksa, pelaksanaan penyitaan, penjualan barang sitaan, pengusulan pencegahan, dan/atau pelaksanaan penyanderaan.
Berdasarkan pada Pasal 85 ayat (1) PMK 61/2023, pelaksanaan tindakan penagihan pajak dilakukan terhadap penanggung pajak atas klaim pajak. Tindakan penagihan dilakukan oleh pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat penanggung pajak atas klaim pajak atau barang milik penanggung pajak atas klaim pajak berada.
Adapun penanggung pajak atas klaim pajak adalah pihak yang identitasnya tercantum dalam klaim Pajak yang bertanggungjawab atas pembayaran nilai klaim Pajak. Salah satu kriteria pemberian bantuan penagihan pajak adalah setiap klaim pajak hanya memuat 1 identitas penanggung pajak atas klaim pajak.
Kriteria lainnya adalah penanggung pajak atas klaim pajak berada di Indonesia atau memiliki barang di Indonesia yang dapat digunakan untuk membayar nilai klaim pajak dan tidak sedang dijadikan jaminan pelunasan utang pajak di Indonesia. (kaw)