MESKIPUN Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah mengatur dan membuat petunjuk pelaksanaan transfer pricing yang dituangkan dalam OECD Guidelines, namun konflik atau perselisihan antara wajib pajak dengan otoritas pajak dan antara otoritas pajak suatu negara dengan negara lain masih saja terjadi.
Perselisihan itu terjadi akibat penerapan ketentuan transfer pricing yang ketat di banyak negara sehingga sering terjadi koreksi transfer pricing yang dilakukan secara sepihak oleh masing-masing negara. Koreksi sepihak ini tentu akan berdampak terhadap adanya pemajakan berganda secara ekonomis (economic double taxation).
Masalah di atas tidak mudah untuk diselesaikan melalui mekanisme corresponding adjustment seperti yang diatur dalam Pasal 9 ayat (2) maupun melalui mutual agreement procedure (MAP) yang diatur dalam Pasal 25 dari OECD Model Convention (OECD Model).
Dengan tidak mudahnya penyelesaian konflik transfer pricing melalui corresponding adjustment maupun MAP, maka dikembangkanlah skema penyelesaian lainnya yaitu yang disebut dengan advance pricing agreement (APA).
Lantas, apa yang dimaksud dengan APA?
OECD Guidelines (1995) mendefinisikan APA sebagai suatu skema yang telah disusun sebelumnya terhadap suatu transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan berdasarkan kriteria yang tepat (seperti metode, perbandingan dan penyesuaian, serta asumsi-asumsi terhadap kondisi yang akan datang) untuk menentukan harga transfer antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut untuk periode waktu tertentu.
Di Amerika Serikat (AS), berdasarkan Revenue Procedure 96-53 (1996), APA didefinisikan sebagai suatu persetujuan antara otoritas pajak dengan wajib pajak mengenai penerapan metode harga transfer atas alokasi penghasilan, biaya, kredit atau pengurangan antara dua atau lebih perusahaan yang dimiliki atau dikendalikan secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
Dengan kata lain, APA merupakan suatu kesepakatan yang dibuat di muka antara perusahaan multinasional dengan satu atau lebih otoritas pajak suatu negara sehubungan dengan penerapan metode harga transfer. Tujuan APA adalah bagaimana memajaki transaksi antara grup perusahaan multinasional di suatu negara.
Hal terpenting dari definisi APA di atas adalah bahwa APA tidak mengatur mengenai masalah penentuan harga, APA hanya merupakan persetujuan penerapan metode harga transfer dalam kondisi-kondisi yang dapat diterima (Burns, 2003).
Dalam sudut pandang otoritas pajak maupun wajib pajak, APA merupakan suatu alternatif pemecahan terhadap masalah transfer pricing dan juga alat untuk menghindari konfrontasi antara otoritas pajak dan wajib pajak serta mencegah terjadinya sengketa antara otoritas pajak suatu negara dengan otoritas pajak negara lainnya (Calderon, 1998).
Selain itu, APA juga bertujuan untuk mencegah terjadinya pemajakan berganda (double taxation), mencegah agar jangan sampai suatu penghasilan tidak kena pajak di mana pun (doube non-taxation), dan mengurangi beban administrasi baik bagi wajib pajak maupun otoritas pajak. Dengan kata lain, APA membantu dalam menyelesaikan masalah transfer pricing dengan tepat serta memberikan proses penyelesaian sengketa transfer pricing yang dapat diprediksi oleh wajib pajak (OECD, 1995).
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat, APA dapat dibagi menjadi tiga tipe (Sawyer, 2004), yaitu unilateral, bilateral, dan multilateral APA. Unilateral APA adalah persetujuan yang mengikat antara wajib pajak dengan satu otoritas pajak. Tipe ini biasanya tidak disukai oleh otoritas pajak serta tidak memberikan jaminan kepada wajib pajak untuk terhindar dari pemajakan berganda.
Adapun bilateral APA adalah persetujuan antara wajib pajak dengan dua otoritas pajak. Tipe ini disukai oleh otoritas pajak negara yang terlibat dalam APA dan juga oleh wajib pajak karena dapat dipersamakan statusnya dengan suatu tax treaty. Di samping itu, bilateral APA juga memberikan perlindungan maksimal bagi wajib pajak terhadap dampak pemajakan berganda.
Tipe ketiga, multilateral APA adalah persetujuan wajib pajak dengan dua atau lebih otoritas pajak. Tipe inilah yang saat ini banyak digunakan. Perbedaan utama dari tipe unilateral, bilateral, dan multilateral APA terletak pada jumlah wajib pajak dan otoritas pajak yang terlibat dalam APA.
Sejalan dengan OECD Guidelines, otoritas pajak AS (IRS) juga menyarankan bahwa APA harus dibuat dalam bentuk bilateral atau multilateral. Akan tetapi, untuk membuat bilateral atau multilateral APA ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit yang harus ditanggung oleh wajib pajak. Oleh sebab itu wajib pajak cenderung untuk memilih unilateral APA dibanding dengan bilateral atau multilateral APA.
Pada dasarnya bilateral dan multilateral APA dikembangkan darri Pasal 25 OECD Model. Hal ini didasarkan atas bunyi Pasal 25 ayat (3) dari OECD Model yang menyatakan bahwa otoritas pajak dapat menyelesaikan sengketa akibat perbedaan penafsiran atau penerapan dari OECD melalui MAP, serta otoritas pajak suatu negara dapat berdiskusi dengan otoritas pajak negara lainnya mengenai upaya penghindaran pemajakan berganda atas kasus-kasus yang tidak diatur secara spesifik di dalam OECD Model.
Dengan demikian, dalam konteks hukum pajak internasional, bilateral dan multilateral APA termasuk dalam bagian Pasal 25 OECD Model. Pihak-pihak yang terlibat dalam APA, yaitu wajib pajak dan otoritas pajak, diharuskan untuk menandatangani APA yang telah disetujui sehingga isi kesepakatan dalam APA tersebut akan mengikat pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dan tidak dapat diubah oleh putusan pengadilan maupun oleh suatu judicial review di negara yang terlibat dalam APA tersebut. Akan tetapi, putusan otoritas pajak untuk melakukan APA, dapat diuji melalui judicial review (Calderon, 1998).
Meskipun APA memberikan kepastian terhadap penerapan metode transfer pricing, akan tetapi sangat disarankan kepada perusahaan multinasional untuk meneliti terlebih dahulu kelebihan dan kekurangan APA kasus per kasus. APA direkomendasikan untuk perusahaan berbasis teknologi, seperti halnya perbankan, asuransi, dan perusahaan farmasi serta perusahaan otomotif.
APA juga sangat relevan untuk diterapkan pada perusahaan yang memiliki nilai yang tinggi atas aktiva tidak berwujud serta perusahaan yang tidak memiliki susunan mata rantai yang banyak. Namun, APA tidak direkomendasikan untuk perusahaan yang melakukan agresif transfer pricing serta yang mempunyai struktur transfer pricing yang konvensional (Schnorberger dan Wingendorf, 2005).
Perlu diingat, APA bukanlah suatu penyelesaian yang komprehensif, namun hanya merupakan suatu alternatif dalam penyelesaian sengketa transfer pricing (Qin Xu, 2015). Dengan demikian, perlu tidaknya penerapan APA sangat bergantung pada kondisi transaksi yang dilakukan oleh wajib pajak.*