LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2021

Optimalkan Pengawasan Pajak, Mencontoh Cara Kerja Google Review

Redaksi DDTCNews
Senin, 09 Agustus 2021 | 15.00 WIB
ddtc-loaderOptimalkan Pengawasan Pajak, Mencontoh Cara Kerja Google Review

Pinurba Anandita,

Tangerang Selatan, Banten

DITJEN Pajak (DJP) terus melakukan perubahan tata kelola organisasi untuk mendukung upaya pengamanan penerimaan pajak yang selalu naik tiap tahunnya.

Melalui KEP-28/PJ/2021 menyangkut instansi vertikal DJP, otoritas mengubah Seksi Pengawasan dan Konsultasi menjadi Seksi Pengawasan. Selain perubahan fungsi, ada pula pergeseran metode pengawasan. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama melakukan pengawasan berbasis kewilayahan.

Metode tersebut diimplementasikan karena adanya keterbatasan sumber daya. Rasio jumlah pegawai pajak dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai 1:7.742. Rasio tersebut sangat besar jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia 1:3.229 dan Singapura  1:2.845.

Di Indonesia, tugas pengawasan perpajakan diampu seorang account representative (AR) yang tentu jumlahnya lebih sedikit daripada pegawai keseluruhan. Dengan makin banyaknya wajib pajak yang diawasi seorang AR, potensi pajak yang mungkin luput akan makin besar.

Kondisi tersebut tercermin dari rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2018 yang hanya sebesar 11,9%. Besaran tersebut jauh di bawah rata-rata negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sebesar 34,3%. (OECD, 2021)

Pengawasan berbasis kewilayahan diharapkan dapat memperluas basis pajak dan menjawab masalah klasik. Adapun masalah klasik itu seperti alamat wajib pajak tidak ditemukan, biaya visit yang tidak efisien, wilayah yang tidak tersentuh, serta koordinasi antar-instansi yang tidak sinkron.

Untuk kemudahan pengawasan, sudah seharusnya DJP didukung dengan informasi yang tepat dan teknologi mumpuni. Di sisi lain, makin kompleksnya proses bisnis para wajib pajak memunculkan tuntutan agar administrasi perpajakan makin mudah dan sederhana.

Demi menjawab kondisi dan prospek tersebut, DJP saat ini disibukkan dengan upaya reformasi perpajakan. Salah satu aspek dalam reformasi tersebut adalah pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax system.

Dalam pembaruan tersebut, perlu beberapa asas yang diperhatikan, salah satunya pendekatan partisipatif untuk mewujudkan sistem yang terintegrasi. Melalui pendekatan tersebut, masa pembaruan diharapkan menjadi lebih cepat sekaligus sebagai ajang edukasi wajib pajak.

Sistem yang terbangun nantinya diharapkan memiliki keterhubungan dengan sistem yang dipakai pihak eksternal, yaitu wajib pajak dan masyarakat pada umumnya.

Mencontoh Penerapan Google Review

PENERAPAN aplikasi Google Review dapat menjadi contoh bagi DJP. Dalam aplikasi tersebut, masyarakat umum yang memiliki akun Google dapat berpartisipasi aktif dengan menambahkan lokasi, meng-edit, memberikan ulasan, hingga menambahkan foto nyaris tanpa iming-iming.

Google mendesain aplikasi ini layaknya sebuah game. Setiap pengguna ditantang untuk mengoleksi badge. Pada titik tertentu, pengguna mendapatkan hadiah atau keuntungan.

Hal ini tentu dapat dengan mudah diduplikasi DJP demi mendapatkan pemetaan (mapping) yang akurat dengan biaya minimal. Dari sisi wajib pajak, hendaknya semangat partisipatif juga ikut didorong, misalnya dalam pembaruan alamat email, alamat terdaftar, self tagging, dan lainnya.

DJP sendiri sejatinya telah memiliki aplikasi bernama Geotagging yang disiapkan sejak 2016. Namun, nampaknya kesiapan dan kemanfaatannya masih dipertanyakan.

Pasalnya, dalam Geotagging, para AR melakukan tagging sendiri atas wajib pajak yang diampunya. Alhasil, kegiatan tersebut dirasa memperberat tugas pengawasan yang saat ini tengah diemban. Pada akhirnya, kecepatan penyelesaian titik-titik tagging yang terbangun juga lambat.

Dengan adanya partisipasi masyarakat umum untuk ikut melakukan tagging, kerja para AR makin  efisien. Tugas AR dapat difokuskan pada penggalian potensi, seperti penelitian material atas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) wajib pajak, penyandingan data-data internal, pengawasan pembayaran masa, dan supervisi atas data yang dikumpulkan masyarakat.

Output kegiatan ini tentunya pemetaan yang relevan, terpercaya, dan bermanfaat kepada seluruh stakeholder. Misalnya, dalam hal pengiriman surat melalui pos, para kurir pengantar memiliki akses untuk mengecek lokasi wajib pajak dengan lebih presisi. Dengan demikian, jumlah surat yang kembali pos dapat ditekan.

Bagi para AR, penggunaan dipadukan dengan data potensi yang telah di-input. Peta yang tersedia dapat digunakan untuk clustering wajib pajak per wilayah. Pelabelan dengan visualisasi yang apik, misalnya dengan warna hijau untuk daerah yang memiliki potensi tinggi, kuning untuk menengah, dan merah untuk potensi paling kecil. Hal ini dapat mengefisienkan waktu AR dalam kunjungan lokasi.

Dengan peta tersebut dapat diketahui pula kepadatan wajib pajak di suatu lokasi tertentu. Dengan demikian, lokasi yang wajib pajaknya masih sedikit, dengan label merah misalnya, dapat ditinjau lebih sering untuk perluasan basis pajak.

Dilihat dari sisi koordinasi, peta kewilayahan ini juga sangat bermanfaat karena linear dengan struktur hampir seluruh instansi vertikal di Indonesia. Sebagai contoh, seorang AR yang bertanggung jawab atas kelurahan X dapat berkoordinasi langsung dengan lurah setempat. Hal ini pada tahun-tahun sebelumnya sulit dilakukan karena pembagian wajib pajak untuk tiap AR dilakukan per sektor industri.

Wajib pajak tampaknya juga akan lebih senang dan nyaman karena adanya kemudahan dalam berkorespondensi, menampilkan historis SPT, menjawab klarifikasi data, mengajukan permohonan insentif, dan lain sebagainya.

Dalam jangka panjang, hal-hal semacam ini akan mendorong kepercayaan kepada semua pihak sehingga menumbuhkan kepatuhan sukarela. Tantangan selanjutnya adalah mengajak para wajib pajak untuk aktif terlibat dalam gerakan reformasi perpajakan.

Selain itu, kualitas sumber daya manusia para petugas pajak, khususnya AR pengawasan, perlu terus ditingkatkan. Bagaimanapun, pada dasarnya, semua aplikasi adalah alat bantu. Profesionalisme, sinergi, dan integritas adalah kunci suksesnya visi penghimpunan penerimaan perpajakan yang optimal.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2021. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-14 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.