JAKARTA, DDTCNews – Selain kendaraan bekas, beberapa jenis kendaraan dinilai juga perlu dikecualikan dari objek bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dari penyerahan pertama.
Hal tersebut tergambar dari hasil survei yang dilakukan bersamaan dengan debat DDTCNews periode 4—22 Februari 2022. Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 80,95% peserta debat setuju penyerahan atas kendaraan bermotor bekas dikecualikan dari objek BBNKB.
Dari 126 pengisi survei tersebut, sebanyak 49% berpendapat BBNKB sebaiknya juga dihapus atas jenis kendaraan untuk transportasi umum. Sebanyak 46% dan 43% pengisi survei berpendapat pengecualian juga seharusnya diberikan terhadap ambulans dan mobil jenazah.
Selain itu, ada 38% pengisi survei yang berpendapat pengecualian objek BBNKB sebaiknya juga berlaku untuk mobil pemadam kebakaran. Kemudian, ada 33% responden yang juga memilih kendaraan low cost green car (LCGC) dikecualikan dari objek BBNKB.
Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 12 ayat (3) UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), yang dikecualikan dari objek BBNKB adalah penyerahan atas beberapa jenis kendaraan.
Pertama, kereta api. Kedua, kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara. Ketiga, kendaraan bermotor kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik, dan lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah.
Keempat, kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan. Kelima, kendaraan bermotor lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah (Perda). Dengan demikian, ada pengaturan beberapa jenis kendaraan bermotor melalui Perda.
Adapun yang dimaksud dengan penyerahan pertama, sebanyak 70% responden memilih sebaiknya dihitung sejak kendaraan baru atau bekas yang pertama kali diserahkan dari luar negeri kepada konsumen di wilayah Indonesia.
Terkait dengan nilai jual kendaraan bermotor (NJKB), sebagai dasar pengenaan BBNKB, mayoritas responden memilih penentuannya diatur oleh menteri dalam negeri dan gubernur. Hal ini sejalan dengan ketentuan pada Pasal 14 UU HKPD.
Seperti diketahui, sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) UU HKPD, objek BBNKB adalah penyerahan pertama atas kendaraan bermotor. Adapun penyerahan kedua dan seterusnya bukan merupakan objek BBNKB. Tujuan kebijakan ini untuk mendorong ketaatan balik nama kendaraan bermotor bekas.
Pemerintah menyatakan BBNKB bukan hanya sumber penerimaan pemerintah daerah, melainkan juga instrumen untuk mengendalikan (mengatur) ketaatan registrasi dan balik nama kendaraan bermotor. Ketentuan mengenai BBNKB baru mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak UU HKPD diundangkan.
Sebagai perbandingan, saat ini BBNKB tidak hanya dikenakan atas penyerahan kendaraan baru, melainkan juga penyerahan kendaraan bekas. Sesuai dengan UU PDRD, tarif BBNKB atas penyerahan kendaraan bekas atau penyerahan kedua dan seterusnya adalah sebesar 1%.
Sesuai dengan ketentuan dalam UU HKPD, tarif maksimal BBNKB sebesar 12%, bukan 20% seperti yang diatur dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Meski tarif maksimal turun, kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk mengenakan opsen BBNKB dengan tarif 66%. (kaw)