Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Sebanyak 77,24% peserta debat setuju dengan tetap diberlakukannya persidangan online di Pengadilan Pajak pascapandemi Covid-19.
Debat DDTCNews hingga Rabu, 19 Januari 2022 pukul 15.00 WIB diikuti 123 peserta pemberi komentar dan pengisi survei. Dari jumlah pemberi komentar tersebut, sebanyak 95 peserta atau 77,24% menyatakan setuju dengan pemberlakuan persidangan online pascapandemi Covid-19.
DDTCNews menetapkan Lina Lutfiana dan Benny Kurniawan sebagai pemenang debat periode 30 Desember 2021—19 Januari 2022 yang mendapatkan hadiah uang tunai masing-masing Rp500.000. Pemenang dipilih dari seluruh peserta yang memberikan komentar dan mengisi survei.
Lina Lutfiana menyatakan setuju karena belajar dari pandemi Covid-19, masyarat dituntut agar makin melek teknologi dan beradaptasi cepat dengan digitalisasi. Menurutnya, teknologi makin berperan penting karena keberadaannya mampu mendukung kegiatan masyarakat.
“Begitu juga dengan [dukungan terhadap] sidang yang dilakukan secara virtual. Walaupun pandemi nanti sudah berakhir, hal itu tetap bisa dilakukan,” ujarnya.
Namun demikian, menurutnya, persidangan secara online dilakukan dengan beberapa catatan. Pertama, pihak yang terlibat dalam persidangan setuju dengan sidang virtual. Kedua, perangkat yang digunakan dalam persidangan online sudah memadai.
Ketiga, sidang virtual yang dilakukan tidak memunculkan hambatan. Jika melihat pelaksanaan persidangan online saat pandemi bisa berjalan lancar, dia meyakini implementasinya pada masa pacapandemi juga baik.
Sementara itu, Benny Kurniawan menyatakan tidak setuju dengan adanya persidangan online pascapandemi. Menurutnya, adanya persidangan online karena force majeure yang dapat berubah setelah status pandemi menjadi endemi.
Menurut dia, infrastruktur teknologi informasi dan jaringan internet di Indonesia masih belum mumpuni. Belajar dari pengalaman ketika berkegiatan secara online, lanjutnya, masih adaa kendala seperti video call terputus atau terjeda dan lainnya.
Selain itu, masih banyak penyimpanan bukti dalam bentuk hardcopy. Kondisi ini dinilai akan menyulitkan para pihak dalam proses persidangan. Selain itu, ada kebutuhan waktu yang lebih lama dari biasanya.
“Pun jika dokumen/bukti tersebut didigitalisasi, yang sebelumnya masih berupa hardcopy. Hemat saya, ke depan tiap provinsi ada Pengadilan Pajak,” katanya.
Seperti diketahui, awalnya, penerapan persidangan online menjadi pilihan majelis-majelis sidang di luar tempat kedudukan (SDTK) mulai Juni 2020. Selanjutnya, mulai Agustus 2021, persidangan online juga mulai dilakukan pada majelis-majelis sidang di tempat kedudukan (Jakarta).
Skema persidangan online ini sudah diamanatkan dalam Keputusan Ketua Pengadilan Pajak No.KEP-016/PP/2020. Salah satu pertimbangan diterbitkannya keputusan ini adalah tuntutan perkembangan zaman yang mengharuskan adanya proses persidangan di pengadilan yang lebih efektif dan efisien.
Keputusan itu dibuat dengan mempertimbangkan 2 payung hukum yang telah ada. Pertama, Undang-Undang (UU) Pengadilan Pajak. Kedua,Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.
Adapun tata cara persidangan secara elektronik tercantum dalam lampiran KEP-016/PP/2020. Persidangan secara elektronik berlaku untuk acara sidang pemeriksaan dan/atau pengucapan putusan sesuai dengan rencana umum sidang yang sudah ditetapkan oleh panitera pengganti. (kaw)