Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Keberadaan Komite Kepatuhan akan melengkapi implementasi compliance risk management (CRM). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (27/1/2023).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan CRM mampu melakukan analisis dan memberikan rekomendasi tindak lanjut sesuai dengan profil risiko wajib pajak. Namun, terdapat potensi rekomendasi yang diberikan CRM ternyata tak sesuai dengan kondisi di lapangan.
“Makanya untuk membuat CRM lebih efektif, di-combine dengan Komite Kepatuhan. Hasil analisis mesin, diturunkan, dianalisis, sampai di level KPP (kantor pelayanan pajak),” ujarnya. Simak pula ‘Agar CRM Efektif, Perlu Dikombinasikan dengan Komite Kepatuhan’.
Komite Kepatuhan akan melihat kondisi sebenarnya yang ada di lapangan. Data-data di lapangan akan menjadi masukan baru dalam penyusunan variabel-variabel CRM. Harapannya, gap antara rekomendasi dan kondisi di lapangan tidak terlalu jauh.
“ATO (Australia Taxation Office) bahkan yang lebih duluan [mengimplementasikan CRM] saja tidak pernah bisa 100% correct. Seharusnya makin jernih datanya, makin bersih variabelnya, makin cerdas algoritmanya maka gap antara yang diputuskan mesin dan dianalisis oleh [fiskus di] lapangan tidak berbeda banyak,” imbuh Yon.
Selain mengenai Komite Kepatuhan dan CRM, ada pula ulasan terkait dengan peningkatan pengawasan yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyebut local content dan local knowledge masih sangat dibutuhkan dalam manajemen kepatuhan pajak. Oleh karena itu, di bawah Komite Kepatuhan, setiap KPP akan tetap memiliki diskresi terkait dengan rekomendasi CRM.
"Ada program lokal yang harus kita akui dan kita serap. Jadi, yang dimaksud Komite Kepatuhan artinya kita kombinasi antara kantor pusat, Kanwil, dan KPP. Semua saling melihat," ujarnya.
Pembentukan Komite Kepatuhan Nasional telah tertuang dalam SE-05/PJ/2022. Komite berfungsi merencanakan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan peningkatan kepatuhan secara nasional. (DDTCNews)
Keberadaan Komite Kepatuhan akan membuat pemeriksaan dan pengawasan oleh KPP lebih terarah dibandingkan dengan sebelumnya. Kepala Kanwil DJP Jakarta Timur Muhammad Ismiransyah M. Zain mengatakan pemeriksaan dan pengawasan tersebut akan lebih mengarah ke wajib pajak tidak patuh.
"Nanti kita punya CRM dan ability to pay (ATP)," katanya.
Dengan demikian, lanjut Ismiransyah, aktivitas pemeriksaan dan pengawasan oleh KPP bakal lebih berfokus pada wajib pajak dengan profil risiko tinggi dan memiliki kemampuan membayar yang tinggi pula. (DDTCNews)
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan DJBC telah menjalin kerja sama dengan mitra internasional di bidang pengawasan, penegakan hukum, dan peningkatan kepatuhan pengguna jasa. Kinerja pengawasan yang dilaksanakan DJBC juga terus meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
"Dari sisi pengawasan, kita juga laporkan bahwa pengawasan kita makin baik dan makin meningkat," katanya dalam upacara Hari Pabean Internasional 2023. (DDTCNews)
Pemerintah mencatat realisasi insentif perpajakan dalam rangka program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) pada 2020 hingga 2022 mencapai Rp24 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemberian insentif perpajakan menjadi bagian dari klaster pemulihan ekonomi pada PC-PEN. Menurutnya, insentif ini diberikan untuk mendukung pemulihan dunia usaha dari pandemi Covid-19.
"Untuk klaster pemulihan ekonomi, ada insentif pajak," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah berencana mewajibkan eksportir untuk menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri selama 3 bulan. Ketentuan ini dituangkan dalam revisi atas PP 1/2019.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan perlu ada peraturan yang mewajibkan penempatan DHE di dalam negeri. Tujuannya agar Indonesia memiliki bantalan untuk menghadapi potensi stagflasi global dan arus modal keluar pada tahun ini.
"Amerika Serikat (AS) terus menaikkan suku bunga. Kalau suku bunganya terus naik, bahaya bagi kita adalah capital flight. Untuk mencegah capital flight, kita harus punya dana yang cukup terutama untuk membiayai ekspor dan impor," ujar Airlangga. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Setelah menetapkan Perpu 2/2022 tentang Cipta Kerja, pemerintah berencana untuk merevisi beberapa PP pelaksana UU Cipta Kerja.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan selama ini revisi atas PP turunan UU Cipta Kerja terhambat karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melarang pemerintah untuk menerbitkan peraturan baru hingga UU Cipta Kerja diperbaiki.
"Setelah Perpu Cipta Kerja ini kita harus menyelesaikan berbagai turunan PP yang kemarin dengan putusan MK dilarang untuk memperbaiki PP," ujar Airlangga. (DDTCNews) (kaw)