Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kontraktor pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) dengan kontrak bagi hasil gross split memiliki kewajiban perpajakan tertentu yang perlu dipatuhi. Hal ini diatur secara terperinci dalam PP 53/2017.Â
Beleid tersebut mendefinisikan 'kontraktor' sebagai badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja (WK) berdasarkan Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).Â
"Setiap kontraktor pada suatu wilayah kerja memiliki kewajiban ...," bunyi awalan Pasal 22 ayat (1) PP 53/2017, dikutip pada Rabu (24/5/2023).Â
Setidaknya ada 5 kewajiban perpajakan kontraktor migas dengan kontrak gross split yang diatur secara tertulis dalam PP 53/2017. Pertama, kontraktor wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh nomor pokok wajib pajak (NPWP).Â
Kedua, wajib melaksanakan pembukuan. Ketiga, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. Keempat, wajib melakukan pemenuhan kewajiban pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.Â
Kelima, wajib membayar angsuran pajak dalam tahun berjalan untuk setiap bulan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya, dan dihitung atas penghasilan kena pajak dari lifting yang sebenarnya dari bagian kontraktor dalam suatu bulan takwim.Â
Keenam, wajib memenuhi ketentuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Â
Selanjutnya, apabila terjadi pengalihan partisipasi interes (participating interest/PI) atau pengalihan saham maka kontraktor memiliki kewajiban melaporkan nilainya kepada Dirjen Migas Kementerian ESDM dan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan.Â
"Dalam hal pengalihan partisipasi interes, hak dan kewajiban perpajakan beralih kepada kontraktor yang baru," bunyi Pasal 22 ayat (3) PP 53/2017. (sap)