Sejumlah karyawan berjalan saat jam pulang kerja di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Banten. ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/Spt.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berencana memanfaatkan data setoran PPh Pasal 21 untuk memetakan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan pemetaan risiko diperlukan sebagai upaya preventif untuk mencegah PHK. Menurutnya, Kementerian Keuangan juga telah bersedia mendukung kegiatan pemetaan tersebut dengan menyuplai data penerimaan PPh Pasal 21 setiap bulan.
"Dari situ kita bisa melakukan estimasi apakah sudah terjadi pengurangan jumlah tenaga kerja atau belum, trennya seperti apa dari suatu perusahaan," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR dikutip pada Selasa (6/5/2025).
Yassierli menyatakan pembentukan peta risiko PHK bermula dari arahan Komisi XI DPR agar Kemenaker menyiapkan mekanisme mitigasi PHK. Menurutnya, peta risiko PHK dapat dibuat untuk setiap sektor usaha serta mengerucut hingga ke entitas perusahaan.
Kegiatan pemetaan risiko PHK ini akan dilaksanakan lintas kementerian/lembaga dengan melibatkan Kemenaker, Kemenkeu, Bank Indonesia (BI), serta Badan Pusat Statistik (BPS). Melalui kegiatan ini, pemerintah akan memiliki data ketenagakerjaan yang lebih sinkron setiap bulan.
Dia menilai data ketenagakerjaan tidak kalah penting dibandingkan dengan indikator makroekonomi seperti inflasi. Sebab, dari data ketenagakerjaan akan diperoleh informasi mengenai jumlah tenaga kerja serta pergerakannya setiap bulan, apakah meningkat atau menurun.
Tidak hanya di level pemerintah pusat, Yassierli menyebut dinas ketenagakerjaan di daerah juga bakal ditugaskan mengeluarkan peringatan dini mengenai sektor atau perusahaan yang kemungkinan besar melakukan PHK.
"Kita bisa lakukan itu untuk mitigasi melihat kemungkinan terburuk selanjutnya seperti apa," ujarnya.
Sebagaimana diatur dalam UU PPh, PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Selain gaji atau upah, PPh Pasal 21 juga dikenakan atas pesangon dan uang manfaat pensiun.
Pergerakan setoran PPh Pasal 21 biasanya menggambarkan utilisasi tenaga kerja. Namun, kenaikan setoran PPh Pasal 21 juga dapat disebabkan oleh lonjakan PHK mengingat uang pesangon merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final. (dik)