PAJAK DIGITAL

Ikuti Langkah Indonesia, Malaysia Segera Pajaki Google dan Netflix Cs

Redaksi DDTCNews | Kamis, 16 September 2021 | 13:30 WIB
Ikuti Langkah Indonesia, Malaysia Segera Pajaki Google dan Netflix Cs

(Ilustrasi) Seorang anak mengenakan pakaian Jalur Gemilang dengan memakai masker saat merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-64 Malaysia di Dataran Merdeka, Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (31/8/2021). ANTARA FOTO/ Rafiuddin Abdul Rahman/foc.

KUALA LUMPUR, DDTCNews – Mantan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Najib Razak, menyampaikan bahwa pemerintah harus mulai merancang pajak digital. Kebijakan ini memungkinkan pemerintah Malaysia memungut pajak dari aktivitas perusahaan teknologi raksasa seperti Amazon, Google, Netflix, dan Facebook.

Selama bertahun-tahun, perusahaan itu memperoleh penghasilan jutaan ringgit di Malaysia. Namun hingga kini, ujar Najib, negara belum menerima imbal balik dari aktivitas ekonomi raksasa teknologi tersebut.

"Negara-negara lain sudah melakukannya. Kini giliran Malaysia untuk melakukan langkah yang sama," ujar Najib dalam pidatonya di Dewan Rakyat sekaligus di hadapan Yang di Pertuan Agung, dikutip Rabu (15/09/2021).

Baca Juga:
Bentuk UN Tax Convention, G-7 Ungkap Pentingnya Konsensus dalam Pajak

Malaysia merancang pemungutan pajak atas laba perusahaan yang menjalankan aktivitas ekonominya di negara tersebut. Dengan demikian, konsumsi masyarakat tidak akan terdistorsi. Daya beli pun dipastikan terjaga karena masyarakat tidak dikenakan pajak tambahan.

Menurutnya, Malaysia seharusnya mengikuti jejak negara lain yang telah memungut pajak digital. Ia memberi contoh Australia dan Indonesia yang lebih dulu mengimplementasikan pajak digital.

Dalam kesempatan yang sama, Najib juga menyinggung kondisi fiskal Malaysia yang disebutnya terburuk se-Asia Pasifik. Bahkan menjadi kedua terburuk sedunia, di bawah Venezuela.

Baca Juga:
Lapor SPT Tahunan, Biden Bayar Pajak Rp 2,37 Miliar pada 2023

Untuk itu, Najib menyarankan beberapa instrumen fiskal yang dapat digunakan pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Misalnya pengenaan pajak atas perolehan jumlah besar yang tidak terduga (windfall profit), bea meterai, pajak warisan, dan pajak atas perdagangan saham.

Selain itu, mantan perdana Menteri ini juga memberikan usulan terkait peningkatan tarif untuk pajak penghasilan orang pribadi yang memiliki penghasilan sangat tinggi atau high wealth individual (HWI).

"Setelah 2 tahun, kita bisa menghentikan pemajakan-pemajakan tersebut," pungkasnya, seperti dikutup dari malaymail.com.

Baca Juga:
Kementerian Energi dari Negara Ini Minta Gas Alam Dibebaskan dari PPN

Sebagai informasi, Indonesia memang sudah lebih dulu memungut pajak digital. Pemerintah membuat daftar perusahaan yang masuk kriteria dan selanjutnya ditunjuk sebagai pemungut PPN perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Pada praktiknya, Indonesia lebih dulu menunjuk perusahaan-perusahaan digital besar seperti Amazon, Google, Netflix, dan Spotify sebagai pemungut PPN PMSE. Secara gradual, jumlah perusahan digital yang wajib memungut PPN PMSE terus bertambah.

Melalui PMK 48/2020 dan PER-12/PJ/2020, pemerintah mengatur pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE adalah pelaku usaha PMSE yang memiliki nilai transaksi dengan pembeli Indonesia melebihi Rp600 juta dan jumlah traffic lebih dari 12.000 transaksi dalam setahun.

Sebelum memungut PPN PMSE, pelaku usaha PMSE yang memenuhi kriteria harus terlebih dahulu ditunjuk oleh Dirjen Pajak sebagai pemungut PPN PMSE melalui Keputusan Dirjen Pajak. (tradiva sandriana/sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 18 April 2024 | 13:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Bentuk UN Tax Convention, G-7 Ungkap Pentingnya Konsensus dalam Pajak

Rabu, 17 April 2024 | 18:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Lapor SPT Tahunan, Biden Bayar Pajak Rp 2,37 Miliar pada 2023

Rabu, 17 April 2024 | 10:41 WIB KURS PAJAK 17 APRIL 2024 - 23 APRIL 2024

Kurs Pajak Terkini: Rupiah Berlanjut Melemah, Dolar AS Makin Perkasa

BERITA PILIHAN
Kamis, 18 April 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc

Kamis, 18 April 2024 | 15:37 WIB PENERIMAAN PAJAK

Pemerintah Bidik Tax Ratio 11,2-12 Persen pada 2025

Kamis, 18 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesehatan APBN, Bagaimana Cara Optimalkan Penerimaan Negara?

Kamis, 18 April 2024 | 15:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Buat Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif

Kamis, 18 April 2024 | 14:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Susun RKP, Ekonomi Ditarget Tumbuh 5,3 - 5,6 Persen pada Tahun Depan

Kamis, 18 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PERINDUSTRIAN

Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Timur Tengah Terhadap Industri

Kamis, 18 April 2024 | 13:48 WIB KONSULTASI PAJAK

Bayar Endorse Influencer di Media Sosial, Dipotong PPh Pasal 21?

Kamis, 18 April 2024 | 13:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Bentuk UN Tax Convention, G-7 Ungkap Pentingnya Konsensus dalam Pajak

Kamis, 18 April 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan Penghapusan NPWP, Utang Pajak Harus Lunas? Begini Ketentuannya