Ilustrasi. (DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mendorong investor mobil listrik (Battery Electric Vehicle/BEV) untuk segera menanamkan modal di Indonesia setidaknya Rp5 triliun guna mendapatkan berbagai insentif di antaranya fasilitas tax holiday 10 tahun.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan investor mobil listrik yang merealisasikan investasi minimum Rp5 triliun akan memperoleh tax holiday selama 10 tahun. Pemberian fasilitas itu mempertimbangkan industri mobil listrik yang menjadi salah satu industri pionir.
"Apabila memenuhi kriteria investasi Rp5 triliun, dapat diberi tax holiday 10 tahun," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (15/3/2021).
Ketentuan mengenai fasilitas tax holiday tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 150/2018. Beleid itu mengatur investasi minimum Rp100 miliar—Rp500 miliar akan memperoleh pengurangan pajak penghasilan (PPh) sebesar 50% atau mini tax holiday.
Untuk investasi dengan nominal lebih besar, akan memperoleh pembebasan PPh badan 100% atau tax holiday dengan durasi bervariasi mulai 5 sampai dengan 20 tahun.
Pemerintah, lanjut Suryo, memiliki beberapa alasan untuk mendorong investor menanamkan modal hingga Rp5 triliun di antaranya angka tersebut tergolong signifikan dalam mendorong ekonomi dan menyerap tenaga kerja.
Lalu, realisasi investasi Rp5 triliun menjadi pertimbangan untuk memberikan fasilitas tax holiday sekaligus menetapkan disinsentif untuk produk kompetitor. Pemerintah menjadikan Plug-In Hybrid Electric Vehicle (PHEV) dan mobil hybrid sebagai kompetitor utama mobil listrik.
Pemerintah juga akan mengamendemen Peraturan Pemerintah (PP) No. 73/2019 untuk menaikkan tarif PPnBM pada mobil hybrid. Amendemen tersebut tidak akan mengubah tarif PPnBM pada BEV dari PP 73/2019 yang ditetapkan 0%.
Namun, pemerintah merancang dua skema tarif PPnBM pada PHEV dan mobil hybrid. Pertama, tarif PPnBM pada PHEV akan naik menjadi 5%, sedangkan full-hybrid (Pasal 26) akan naik dari 2% menjadi 6%, dan full-hybrid (Pasal 27) naik dari 5% menjadi 7%.
Sementara itu, tarif PPnBM full-hybrid (Pasal 28) tetap 8%, mild-hybrid (Pasal 29) 8%, mild-hybrid (Pasal 30) 10%, dan mild-hybrid (Pasal 31) 12%. Pemerintah membuat tarif PPnBM mobil hybrid secara progresif karena emisi gas buangnya juga makin besar ketimbang BEV.
Kedua, tarif PPnBM PHEV akan naik menjadi 8%, sedangkan pada mobil hybrid yang tarifnya 6%, 7%, dan 8% akan naik menjadi 10%, 11%, dan 12%. Demikian pula pada mild hybrid yang tarif PPnBM-nya 8%, 10%, dan 12% akan naik menjadi 12%, 13%, dan 14%.
PPnBM mobil hybrid akan beralih ke skema 2 dengan tarif yang lebih progresif jika investor mobil listrik telah merealisasikan penanaman modal minimum Rp5 triliun dan memproduksi mobil secara komersial.
"Jadi batasan Rp5 triliun itu untuk menentukan skema 1 atau skema 2 yang akan diterapkan, dengan dua perbedaan tarif yang berbeda jauh di antara skema tersebut," ujar Suryo. (rig)