Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Penerima jasa kepelabuhan tertentu yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN adalah perusahaan yang mengoperasikan kapal untuk kegiatan angkutan laut luar negeri dan mencatat biaya jasa pelayanan kapal dan barang sebagai beban perusahaan.
Hal ini ditegaskan dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No SE-4/PJ/2020. Beleid ini dirilis untuk memberikan keseragaman pemahaman dan perlakuan PPN atas penyerahan jasa kepelabuhan tertentu kepada perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan angkutan laut luar negeri.
“Dalam rangka keseragaman pemahaman dan perlakuan PPN atas penyerahan jasa kepelabuhanan tertentu kepada perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan angkutan laut luar negeri, diperlukan penegasan,” demikian kutipan dari SE tersebut, Jumat (14/2/2020).
Apabila suatu kapal dioperasikan berdasarkan konsorsium atau vessel sharing agreement oleh beberapa perusahaan angkutan laut asing, penerima jasa kepelabuhan yang mendapatkan pembebasan PPN adalah operator kapal, menurut dokumen pelayaran/kepelabuhan.
Adapun jasa kepelabuhan tertentu yang mendapatkan pembebasan PPN meliputi dua jenis. Pertama, jasa pelayanan kapal, yaitu jasa labuh, jasa pandu, jasa tunda, dan jasa tambat. Kedua, jasa pelayanan barang, yaitu jasa bongkar muat peti kemas sejak dari kapal sampai ke lapangan penumpukan dan/atau sejak dari lapangan penumpukan sampai ke kapal.
Dalam SE tersebut, pemerintah juga memerinci jasa bongkar muat peti kemas meliputi jasa stevedoring dan cargodoring. Jasa stevedoring adalah jasa pembongkaran (termasuk pemuatan) barang dari (dan ke) kapal ke dermaga/tongkang/truk.
Sementara itu, jasa cargodoring adalah jasa untuk melepaskan barang dari tali/jala-jala (ex tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/lapangan penumpukan barang atau sebaliknya.
Beleid ini menjelaskan pembebasan PPN hanya diberikan jika kapal yang digunakan tidak mengangkut penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di wilayah Indonesia. Hal ini berarti pembebasan benar-benar hanya diberikan untuk kegiatan angkutan luar negeri saja.
Selanjutnya, beleid ini menekankan untuk perusahaan angkutan laut asing baru dapat memperoleh pembebasan jika negara tempat kedudukan perusahaan tersebut memberikan perlakuan yang sama pada kapal angkutan laut Indonesia.
Dalam hal persyaratan tersebut tidak terpenuhi, perusahaan angkutan laut wajib wajib membayar PPN yang terutang dalam waktu paling lambat satu bulan terhitung sejak tanggal persyaratan tersebut tidak terpenuhi.
Apabila PPN tidak dibayar sesuai jangka waktu yang ditetapkan, maka Dirjen Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ditambah dengan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (kaw)