Managing Partner DDTC, Darussalam saat memberikan paparan terkait ‘Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Inovasi Peningkatan Kepatuhan WP’ di Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI, Kamis (23/8/2018). (DDTCNews – Doni Agus Setiawan)
JAKARTA, DDTCNews – Kepatuhan kooperatif menjadi paradigma yang seharusnya digunakan oleh pemerintah untuk merespons fakta selalu melesetnya realisasi penerimaan pajak mulai 2009 hingga sekarang.
Hal ini disampaikan oleh Managing Partner DDTC, Darussalam dalam pemaparannya di Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI terkait ‘Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Inovasi Peningkatan Kepatuhan WP’, Kamis (23/8/2018).
Menurutnya, pemerintah membutuhkan strategi dan pendekatan baru dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak (WP). Kepatuhan kooperatif atau cooperative compliance menjadi bagian dari pendekatan untuk mengerek penerimaan pajak secara berkesinambungan.
“Strategi kepatuhan bukan untuk kepentingan penerimaan jangka pendek, tapi harus mempertimbangkan kepastian dan kestabilan sistem pajak,” tegasnya.
Menilik data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan pajak sejak 2009 tidak pernah mencapai target. Pada 2009, realisasi hanya mencapai 94,3%. Performa ini terus turun hingga titik terendahnya pada 2016 sebesar 82,0%. Tahun lalu, realisasi mencapai 89,7%.
Dia mengungkapkan paradigma kepatuhan kooperatif ini mulai banyak berkembang dan memberikan nilai tambah baik untuk otoritas pajak maupun wajib pajak. Kepatuhan kooperatif ini membuat hubungan yang setara.
Poin utama paradigma ini yakni adanya pemahaman satu sama lain berdasarkan kebutuhan dan aspirasi baik dari otoritas pajak maupun WP. Kepatuhan kooperatif ini dilakukan secara sukarela berdasarkan saling percaya dan terbuka antara otoritas pajak dan WP.
Kepercayaan dan keterbukaan ini, sambungnya, terkait dengan informasi yang dimiliki. Dengan demikian, akan ada efek timbal balik yang saling menguntungkan, baik dari sisi efisiensi biaya, waktu, dan keterbukaan informasi.
Kepatuhan kooperatif, sambung Darussalam, dipercaya mampu menciptakan iklim pajak yang kondusif. Karena ada dasar kepercayaan, lanjutnya, ada penghargaan bagi WP yang sudah patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Bila paradigma baru ini dijalankan dengan sungguh-sugguh, menurut dia, dengan perlahan tapi pasti, berbagai persolan perpajakan di Tanah Air bisa diselesaikan. Permasalahan itu mulai dari rendahnya tax ratio dan tax buoyancy, hingga struktur penerimaan pajak yang selama ini masih mengandalkan dari WP badan.
“Bila ditarik lebih dalam lagi, maka perlu pendidikan mendasar soal pentingnya pajak bagi bangsa ini. Baru kita perbaiki kebijakan dan sistem administrasinya,” katanya. (kaw)