Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mencatat kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mengalami tren yang fluktuatif dalam beberapa tahun terakhir.
Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata mengatakan kinerja PNBP selalu dipengaruhi banyak faktor, terutama fluktuasi harga komoditas. Menurutnya, perkembangan harga komoditas seperti minyak mentah, minerba, dan kelapa sawit yang dinamis menyebabkan realisasi PNBP sulit diprediksi.
"PNBP fluktuasinya sangat tinggi. Oleh karena itu, mengelolanya juga tidak mudah. Kita tidak mudah membuat proyeksi dan estimasi, bahkan dalam 1 tahun sekalipun," katanya, Selasa (21/3/2023).
Isa mengatakan sepanjang periode 2017-2022, realisasi PNBP tertinggi terjadi pada 2022, senilai Rp588,3 triliun. Dengan realisasi tersebut, rasionya terhadap produk domestik bruto (PDB) tercatat sebesar 3,32%.
Dia menjelaskan rasio PNBP terhadap PDB selalu sejalan dengan harga komoditas global. Pada 2017, rasio PNBP terhadap PDB hanya 2,29%, tetapi kemudian naik menjadi 2,76% pada 2018.
Pada 2019, rasio PNBP terhadap PDB turun lagi menjadi 2,55%, lalu 2,23% pada 2020. Setelahnya, rasio PNBP terhadap PDB mampu naik lagi menjadi 2,7% pada 2021 dan mencapai puncak dengan kenaikan 3,32% pada 2022.
Adapun pada 2023, rasio PNBP terhadap PDB diperkirakan kembali turun menjadi hanya 2,1% karena harga komoditas mulai termoderasi. Secara nominal, PNBP pada tahun ini ditargetkan senilai Rp441,4 triliun.
Meski fluktuatif, Isa menyebut tren PNBP dapat dikelola agar terjaga, bahkan mampu tumbuh. Strategi yang dilakukan di antaranya memelihara sumber penerimaan sekaligus rajin menggali potensi.
"Bagi kami ini tetap menjadi tantangan untuk bisa menjaga tren kenaikan terjadi. Artinya kalau nanti turun dari 3,32%, ya enggak turun-turun amat. Kita berusaha menjaga penurunannya agar tidak terlalu tajam," ujarnya. (sap)