Menkeu Sri Mulyani dan Menko Polhukam Mahfud MD.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku mendapatkan 266 surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Surat tersebut terkait dengan dugaan pencucian uang oleh pegawai Kemenkeu sejak 2007 hingga 2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dari surat-surat tersebut, terdapat 964 pegawai yang diidentifikasi diduga melakukan tidak pidana pencucian uang.
"Sebanyak 86 surat kami memberikan tindak lanjut lewat pengumpulan bukti tambahan. Istilahnya pulbaket, pengumpulan bahan dan keterangan," ujar Sri Mulyani, Sabtu (11/3/2023).
Selanjutnya, Kemenkeu juga telah melakukan audit investigasi atas 186 kasus. Sri Mulyani mengatakan rekomendasi hukuman disiplin juga telah diterbitkan terhadap 352 pegawai berdasarkan pemeriksaan yang merupakan tindak lanjut dari surat PPATK.
Terakhir, terdapat 16 kasus yang dilimpahkan oleh Kemenkeu kepada aparat penegak hukum (APH) karena hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dugaan tindak pidana oleh pegawai yang bersangkutan.
"Kemenkeu adalah bendahara negara, bukan APH. Kalau ada suatu kasus yang menyangkut kriminal, itu yang kemudian kita sampaikan ke APH apakah itu KPK, kejaksaan, atau kepolisian," ujar Sri Mulyani.
Walau demikian, terdapat beberapa surat dari PPATK yang tidak dapat ditindaklanjuti karena pegawai yang dimaksud sudah pensiun, tidak ada informasi lebih lanjut, atau informasi yang diterima ternyata tidak terkait dengan pegawai Kemenkeu.
Terkait dengan dugaan transaksi mencurigakan yang melibatkan pegawai Kemenkeu senilai Rp300 triliun, Menko Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menyampaikan bahwa transaksi yang dimaksud adalah dugaan transaksi pencucian dan bukan dugaan korupsi.
Mahfud mengatakan tindak pidana pencucian uang terjadi di berbagai kementerian dan lembaga (K/L). Sayangnya, banyak dugaan pencucian uang tersebut tidak ditindaklanjuti berdasarkan UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Di berbagai institusi itu setiap proyek ada tindak pidana pencucian uangnya. Menurut ilmu intelijen keuangan harusnya diperiksa dan itu ada undang-undangnya. Selama ini tidak ada yang memeriksa itu," ujar Mahfud.
Mahfud bercerita selama ini pemeriksaan atas dugaan pencucian uang selalu terhambat oleh kurangnya bukti tindak pidana asal. Kalaupun dugaan tindak pidana asalnya sudah ditemukan, banyak dugaan pencucian uang yang tetap tidak ditindaklanjuti.
"Ini tugasnya APH yakni polisi, jaksa, dan KPK. Itu nanti ke sana arahnya. Saya ingatkan di kementerian juga ada data yang banyak soal ini," ujar Mahfud. (sap)