Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Pemerintah (PP) 44/2022 menegaskan penyerahan barang kena pajak (BKP) sebagai jaminan dalam skema pembiayaan syariah tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP.
Merujuk pada Pasal 12 ayat (2) PP 44/2022, penyerahan tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP sepanjang BKP yang tersebut nantinya dikembalikan kepada pihak yang melakukan penyerahan.
"Penyerahan BKP dalam skema transaksi pembiayaan syariah antara lain penyerahan BKP dalam rangka penerbitan sukuk, termasuk penyerahan BKP ke dan dari perusahaan penerbit sukuk," bunyi ayat penjelas dari Pasal 12 ayat (2) PP 44/2022, dikutip Kamis (22/12/2022).
BKP yang diserahkan dalam rangka penerbitan sukuk merupakan aset sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal syariah.
Sebagai contoh, PT A menerbitkan sukuk ijarah dengan kendaraan sebagai underlying. Pada saat yang sama, investor juga menyerahkan dana kepada PT A. Dengan penerbitan sukuk ini, PT A mengalihkan kendaraan kepada investor dan investor menerima manfaat objek ijarah dari PT A.
PT A melakukan pembayaran cicilan fee ijarah secara periodik sesuai dengan waktu yang diperjanjikan serta sisa fee saat jatuh tempo sukuk. Investor mengalihkan kendaraan kepada TP A saat jatuh tempo sukuk.
Dalam kasus ini, penyerahan kendaraan oleh PT A kepada investor saat penerbitan sukuk dan penyerahan kendaraan oleh investor kepada PT A saat jatuh tempo sukuk tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP sehingga tidak dikenai PPN.
Selanjutnya, penyerahan dalam skema transaksi pembiayaan syariah yang juga tercakup dalam Pasal 12 ayat (2) PP 44/2022 adalah penyerahan BKP dalam skema perdagangan komoditi berdasarkan prinsip syariah di bursa komoditi dengan penjualan lanjutan di pasar komoditi syariah.
Sebagai simulasi, A mengajukan pinjaman senilai Rp100 juta kepada Bank Syariah B yang merupakan peserta komersial di pasar komoditi syariah.
Guna memenuhi prinsip syariah, Bank Syariah B membeli CPO dari anggota kelompok pedagang C yang merupakan pedagang di pasar komoditi syariah. Salah satu anggota kelompok pedagang C menyerahkan CPO kepada Bank Syariah B. Bank pun melakukan pembayaran senilai Rp100 juta kepada anggota kelompok pedagang C.
Setelah melakukan pembelian, Bank Syariah B menjual CPO dengan nilai Rp110 juta kepada Tuan A. Sesuai dengan kesepakatan dalam murabahah, Tuan A membayar CPO senilai Rp110 juta tersebut secara angsuran selama 1 tahun.
Selanjutnya, Tuan A menjual CPO kepada anggota kelompok pedagang C dengan nilai Rp100 juta. Dengan demikian, CPO yang menjadi objek perdagangan komoditi berdasarkan prinsip syariah kembali kepada pihak yang sama, yakni anggota kelompok pedagang C.
Dalam kasus ini, penyerahan CPO oleh anggota kelompok pedagang C kepada Bank Syariah B, oleh Bank Syariah B kepada Tuan A, dan oleh Tuan A kepada anggota kelompok pedagang C tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP.
Bila pemilik asal CPO tidak mendapatkan kembali CPO dengan jumlah dan nilai yang sama, transaksi ini menjadi masuk dalam pengertian penyerahan BKP dan terutang PPN. (sap)