Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Perindustrian tengah menyiapkan standardisasi produk rokok elektrik.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin Edy Sutopo mengatakan saat ini mulai ramai investor yang menanamkan modal pada industri rokok elektrik. Menurutnya, sektor tersebut juga berpotensi memacu devisa dan penyerapan tenaga kerja, sehingga pada akhirnya turut mendongkrak perekonomian.
"Dengan perkembangan yang pesat tersebut, tentunya pemerintah perlu memberi perhatian yang lebih," katanya, dikutip pada Senin (7/11/2022).
Edy mengatakan tren rokok elektrik mulai muncul di Indonesia sejak 2010Â dan makin marak pada 4 tahun kemudian. Potensi bisnis rokok elektrik juga terus berkembang sehingga menjadi peluang bagi para produsen rokok untuk menyuntikkan modalnya di sektor ini.
Hingga saat ini, diperkirakan terdapat 2,2 juta pengguna hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) dan rokok elektrik. Angka itu tumbuh 40% dari total pengguna pada 2021 lalu.
Edy menyebut ada sekitar 10 perusahaan yang sedang dalam tahap penjajakan untuk berinvestasi pada industri rokok elektrik. Kemenperin pun harus menyiapkan pengaturan terkait dengan mutu produk sesuai standar nasional Indonesia (SNI)Â dengan mengikuti perkembangan teknologi, konsumen, dan regulasi.
Dia menegaskan rokok elektrik hanya boleh dikonsumsi orang berusia 18 tahun ke atas. Mekanisme cukai pun diharapkan mampu mencegah anak-anak mengonsumsi produk hasil tembakau tersebut.
"Secara kebijakan, pemerintah sudah mengakui keberadaan industri rokok elektrik dengan dibuktikan adanya pengenaan cukai," ujarnya.
Sejak dikenakan cukai pada 2018, kontribusi cukai rokok elektrik terus meningkat rata-rata 84,2% setiap tahun. Adapun pada tahun ini, rokok elektrik ditargetkan mampu menyumbang penerimaan cukai senilai Rp1 triliun.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 193/2021, pemerintah telah mengubah skema tarif cukai rokok elektrik dan HPTL menjadi lebih spesifik mulai tahun ini. Sebelumnya, ketentuan mengenai rokok elektrik dan HPTL menjadi bagian dari PMK tentang tarif cukai hasil tembakau.
Rokok elektrik meliputi rokok elektrik padat, rokok elektrik cair sistem terbuka, dan rokok elektrik cair sistem tertutup. Sementara HPTL terdiri atas tembakau molasses, tembakau hirup (snuff tobacco), dan tembakau kunyah (chewing tobacco).
Di sisi lain, Ketua Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (Appnindo) Teguh Basuki Ari Wibowo meminta pemerintah memberikan relaksasi mengingat skala industri rokok elektrik yang relatif masih kecil. Selain itu, sektor usaha ini juga tergolong padat karya dan telah menyerap 80.000-100.000 tenaga kerja.
"Dengan kontribusi pajak [cukai] masih 0,3% dari total produk IHT, kami berharap ada relaksasi tarif cukai ke pemerintah untuk tahun depan," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan kenaikan tarif cukai pada rokok elektrik dan HPTL setiap tahun dalam 5 tahun ke depan. Tarif cukai rokok elektrik naik rata-rata 15% dan HPTL naik rata-rata 6% setiap tahun. (sap)