Laman muka dokumen PMK 145/2022.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengubah ketentuan mengenai pemberian fasilitas pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor atau KITE Pengembalian.
Melalui PMK 145/2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi PMK 161/2018 mengenai pemberian fasilitas KITE Pengembalian. Revisi ini dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kepabeanan.
"Bahwa untuk meningkatkan pelayanan kepabeanan melalui penyederhanaan prosedur serta penyempurnaan kebijakan di bidang fasilitas KITE Pengembalian untuk meningkatkan daya saing, investasi, dan ekspor nasional, sehingga PMK 161/2018 ... perlu diganti," bunyi salah satu pertimbangan PMK 145/2022, dikutip pada Kamis (27/10/2022).
Pasal 2 PMK 145/2022 menyatakan fasilitas KITE Pengembalian diberikan kepada badan usaha yang telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. Fasilitas tersebut berupa pengembalian bea masuk yang sudah dibayar dalam pemberitahuan pabean impor atau pemberitahuan pabean pemasukan barang dan bahan; bea masuk yang sudah dibayar atas penetapan tarif dan nilai pabean oleh pejabat Bea dan Cukai yang mengakibatkan kekurangan bea masuk dalam pemberitahuan pabean impor atau pemberitahuan pemasukan barang dan bahan; dan/atau bea masuk tambahan.
Untuk dapat ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, badan usaha harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama, memiliki jenis usaha industri manufaktur dan memiliki kegiatan pengolahan, perakitan, atau pemasangan.
Kedua, memiliki bukti kepemilikan atau bukti penguasaan yang berlaku untuk waktu paling singkat 3 tahun atas lokasi yang akan digunakan untuk kegiatan produksi dan penyimpanan barang dan bahan serta hasil produksi sejak permohonan penetapan sebagai perusahaan KITE Pengembalian diajukan. Ketiga, memiliki sistem pengendalian internal yang memadai.
Keempat, memiliki sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) untuk pengelolaan barang. Kelima, memiliki closed circuit television (CCTV) yang dapat diakses secara langsung dan online oleh DJBC untuk pengawasan pemasukan, penyimpanan, dan pengeluaran barang dan bahan serta hasil produksi.
Badan usaha yang akan ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian juga harus memenuhi persyaratan di antaranya memiliki perizinan berusaha yang berlaku untuk operasional dan/atau komersial sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai perizinan berusaha berbasis risiko, serta merupakan pengusaha kena pajak (PKP).
Kemudian, badan usaha harus mengajukan permohonan kepada menteri melalui kepala kanwil atau kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik. Permohonan penetapan sebagai perusahaan KITE Pengembalian diisi secara lengkap, dengan memperhatikan ketentuan isian daftar barang dan bahan, serta isian daftar hasil produksi, yang paling sedikit memuat kode HS 8 digit.
Permohonan disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi perizinan DJBC dalam kerangka online single submission (OSS). Dalam hal terdapat gangguan operasional pada sistem tersebut, permohonan dapat disampaikan secara tertulis kepada menteri melalui kepala kantor pabean atau kepala KPU.
Nantinya, kepala KPU atau kepala kantor pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha akan melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; serta menerbitkan berita acara pemeriksaan. Dalam kesempatan tersebut, direksi badan usaha yang mengajukan permohonan harus melakukan pemaparan mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria.
Berdasarkan berita acara pemeriksaan dan hasil pemaparan, kepala kanwil atau kepala KPU atas nama menteri akan memberikan persetujuan dan menerbitkan keputusan menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian; atau penolakan dan menerbitkan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. Persetujuan atau penolakan diberikan paling lambat 1 jam kerja terhitung setelah pemaparan selesai dilakukan.
Keputusan menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian tidak dapat diberikan kepada badan usaha yang pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai; salah satu atau lebih dari anggota direksi dan/atau komisarisnya pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai; dan/atau telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap selama 10 tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.
"Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 November 2022," bunyi Pasal 50 PMK 145/2022. (sap)